Selasa, 26 Mei 2009

Limfoma maligna

LIMFOMA MALIGNA

adalah proliferasi neoplastik pada sistem retikuloendotelial dan sistem imun tubuh.
Gambaran klinis :
- pembesaran kelenjar linfe
- splenomegali
- hepatomegali
- kelainan sum-sum tulang
Bisa terjadi diluar sistem limfatik (ekstranodal) contoh saluran cerna, paru, kulit dan tulang
Limfoma ini sering dikaitkan dengan paparan zat karsinogenik.
Jenis terapi Limfoma maligna :
- Radiasi
- Sitostatika
- Imunoterapi
2 bentuk Limfoma
1. Limfoma Hodgkin
2. Limfoma Non Hodgkin
LNH (Limfoma Non Hodgkin) sebenamya merupakan tumor jenis limfogen dimana tumor jenis ini biasanya cukup responsif terhadap kemoterapi. LNH ini biasanya bermanifestasi di regio servikal dan kelenjar limfe cicin Waldayer, dan timbul gambaran klinis adanya masa di orofaring atau di nasofaring.
Penelitian Limfoma Non Hodgkin dalam 25 tahun ini, tujuan utamanya adalah mendapatkan agen terapi baru yang lebih efektif dari pada terapi standar seperti CHOP (cyclophosphamide, doxorobicin dan vincristine dan prednisone). Terapi tersebut dianggap masih memiliki tingkat kekambuhannya 31,5 % sampai 56,8 % dimana Complete Response dan survival rate yang rendah. Pada saat ini sebagai first line treatment digunakan rituximab yang dikombinasi dengan CHOP. Rituximab ( suatu monoklonal antibodi/ antibodi anti CD20 ) yang bisa mengatasi kasus-kasus relaps LNH terhadap agen kemoterapi.
Rituximab diindikasikan untuk kasus-kasus lymphoma stadium III-IV yang mengalami kemo-resistensi. Rituximab adalah sejenis imunoterapi yang disarankan untuk kasus-kasus DLBCL ( Diffuse Large B Cell Lymphoma ) stadium II – IV. Pada LNH indolen rekuren Rituximab efektif memberikan Overall Respons Rate pada 50% pasien. Rituximab tersedia dalam sediaan cair yang nantinya dilarutkan pada infus. Dosis yang bisa diberikan 375mg/m2 tiap minggu pada hari ke- 1,8,15,22.

Flu burung

Flu burung adalah penyakit yang perlu kita perhatikan secara serius. Dalam waktu 4 bulan ini telah terjadi peristiwa pertama yang mematikan di Bali (sebagaimana dikonfirmasi oleh WHO). Sebagai suatu institusi pendidikan, kami telah mengembangkan suatu rencana penanganan keadaan darurat jika terjadi wabah di Bali. Jika terjadi wabah yang serius, yang mana akan terjadi dengan sangat cepat, murid-murid akan tidak diperkenankan untuk bersekolah walaupun mereka masih ada di Bali.

Silakan melihat informasi berikut ini yang disadur dari klinik BIMC di Bali, juga link website dengan informasi terkini dan daftar tentang gejala flu burung yang berguna untuk mengenali KEMUNGKINAN gejala flu burung. Mohon diingat bahwa daftar ini dibuat untuk memberikan petunjuk dan bukan dimaksudkan untuk menentukan diagnosa yang pasti. Daftar ini disadur dari sumber dalam bidang kesehatan yang terpercaya di Australia.

Link website berikut ini dari FCO (Foreign and Commonwealth Office) sangat berguna dan menyeluruh :

  • Serangan penyakit flu burung di Indonesia telah mengakibatkan jatuhnya sejumlah korban jiwa manusia. Silakan lihat bagian Kesehatan (Flu Burung) dari penjelasan ini dan juga silakan baca FCO’s Avian and Pandemic Influenza Factsheet untuk penjelasan lebih lanjut.

Katharine (Katie) Jones,
Direktur

Sekolah Dyatmika


Apa Yang Perlu Anda Ketahui

Disadur dari Rumah Sakit BIMC

Flu Burung

1. Apakah Flu Burung itu?

Influenza A (H5N1) adalah bagian dari jenis virus influenza tipe A. Burung-burung liar adalah tempat tinggal alami dari virus ini, maka dinamakan flu burung atau “avian influenza”. Virus ini beredar diantara burung-burung di seluruh dunia. Virus ini sangat mudah berjangkit dan dapat menjadi sangat mematikan bagi mereka, terutama pada unggas jinak misalnya ayam.

Virus ini disebarkan oleh unggas liar, karena itulah dinamakan flu avian atau flu burung. Virus tersebut menyebar pada unggas hampir diseluruh dunia, sangat menular terhadap sesama unggas dan mematikan, terutama jenis unggas seperti ayam.

2. Siapa yang terinfeksi?

Virus ini tidak menulari manusia pada khususnya. Namun pada tahun 1997, kejadian pertama penularan langsung virus influenza A (H5N1) dari burung ke manusia telah dibuktikan saat terjadi serangan penyakit flu burung diantara unggas di Hong Kong; virus tersebut telah menyebabkan sakit pernafasan yang parah pada 18 orang, 6 diantaranya meninggal. Sejak saat itu, terdapat kejadian penularan H5N1 pada manusia. Namun sejauh ini virus H5N1 tidak bisa menular dari manusia ke manusia. Petugas-petugas kesehatan terus memantau keadaan ini secara teliti untuk mendapatkan petunjuk adanya penularan H5N1 antar manusia. Sampai dengan tanggal 17 Oktober 2007, Indonesia telah melaporkan 109 kasus flu burung H5N1 pada manusia. 88 diantaranya mematikan. 3 kasus mematikan dilaporkan telah terjadi di Bali sejak bulan Agustus 2007.

3. Bagaimana penyebarannya?

Burung-burung yang terinfeksi menyebarkan virusnya di air liur, cairan saluran pernafasan, dan kotorannya. Virus flu burung menyebar diantara burung-burung yang rentan saat mereka terkena kotoran yang telah terkontaminasi. Diyakini bahwa sebagian besar kasus infeksi H5N1 pada manusia disebabkan oleh kontak dengan unggas yang telah terinfeksi atau lingkungan yang telah terkontaminasi.

4. Apakah ada obat untuk pencegahan dan pengobatan?

Ya. Tamiflu yang mengandung oseltamivir adalah suatu cara pengobatan antiviral, yang terbukti dapat menekan kemampuan virus untuk menyebar dari sel yang terinfeksi ke sel yang sehat. Sampai dengan 7 Oktober 2005, Indonesia telah mendapatkan 60.000 tablet Tamiflu. Saat ini antiviral tersebut hanya bisa didapatkan di 44 rumah sakit penerima Tamiflu. Di Bali bisa didapatkan di Rumah Sakit Sanglah.

4. Siapa yang harus meminum obat?

Petunjuk pengelolaan flu burung saat ini menyarankan bahwa oseltamivir dianjurkan bagi orang dengan:

  • Demam tinggi (>38°C)
  • Batuk
  • Kesulitan bernafas
  • Memiliki latar belakang kemungkinan terkena

yang mungkin akan membuat orang tersebut beresiko menjadi terinfeksi oleh flu burung, antara lain:

  • Selama 7 hari sebelum terkena, telah mengalami salah satu atau lebih dari keadaan berikut ini:
    • Kontak (dalam jarak 1 meter atau kurang) dengan dengan ternak unggas atau burung liar baik hidup atau mati
    • Berada pada tempat dimana ternak unggas pernah atau sedang dikandangkan selama 6 minggu sebelumnya
    • Berhubungan (dalam jarak jangkauan sentuhan atau percakapan) dengan orang yang didiagnosa menderita influenza A (H5N1)
    • Berhubungan (dalam jarak jangkauan sentuhan atau percakapan) dengan orang yang menderita penyakit pernafasan akut yang tidak dapat dijelaskan yang kemudian berakhir pada kematian
  • (atau) Selama 7 hari sebelum terkena, pernah bekerja dalam suatu laboratorium dimana ada pengolahan contoh dari orang atau binatang yang dicurigai menderita penyakit flu burung.

(Patokan di atas hanya berlaku di negara-negara atau daerah-daerah dimana flu burung telah dikenali sebagai penyebab penyakit pada manusia atau populasi hewan). Sejauh ini, tamiflu hanya diberikan pada orang yang mengalami gejala terinfeksi flu burung. Tamiflu belum disarankan sebagai pencegah penyakit sebelum terinfeksi dan tidak ada penelitian yang memperlihatkan bahwa tamiflu memberikan kekebalan terhadap virus H5N1.

6. Apabila saya sudah divaksinasi untuk mencegah influenza, apakah saya tetap akan dapat tertular Flu Burung?

Ya. Vaksin yang ada saat ini belum melindungi diri anda dari penyakit yang disebabkan oleh H5N1. Vaksin yang ada saat ini melindungi anda dari influenza musiman tipe A dan B. Vaksin untuk H5N1 sedang dalam tahap pengembangan di beberapa negara.

7. Apa keuntungan vaksinasi influenza jika tetap bisa terkena Flu Burung?

Tujuan dari vaksinasi adalah untuk mengurangi kesempatan terjadinya infeksi yang bersamaan antara influenza manusia dan flu burung. Infeksi ganda yang bersamaan tersebut akan memberikan kesempatan pada virus manusia dan virus dari flu burung untuk pertukaran gen atau mutasi, yang kemungkinan akan menghasilkan jenis influenza baru yang mana akan mudah menyebar sebagaimana influenza manusia namun akan mematikan sebagaimana flu burung.


Askep HIV

ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN DENGAN HIV-AIDS

Konsep Dasar
I.Pengertian
AIDS adalah sindroma yang menunjukkan defisiensi imun seluler pada seseorang tanpa adanya penyebab yang diketahui untuk dapat menerangkan tejadinya defisiensi, tersebut seperti keganasan, obat-obat supresi imun, penyakit infeksi yang sudah dikenal dan sebagainya.

II.Etiologi
Penyebab adalah golongan virus retro yang disebut human immunodeficiency virus (HIV). HIV pertama kali ditemukan pada tahun 1983 sebagai retrovirus dan disebut HIV-1. Pada tahun 1986 di Afrika ditemukan lagi retrovirus baru yang diberi nama HIV-2. HIV-2 dianggap sebagai virus kurang pathogen dibandingkaan dengan HIV-1. Maka untuk memudahkan keduanya disebut HIV.
Transmisi infeksi HIV dan AIDS terdiri dari lima fase yaitu :
1.Periode jendela. Lamanya 4 minggu sampai 6 bulan setelah infeksi. Tidak ada gejala.
2.Fase infeksi HIV primer akut. Lamanya 1-2 minggu dengan gejala flu likes illness.
3.Infeksi asimtomatik. Lamanya 1-15 atau lebih tahun dengan gejala tidak ada.
4.Supresi imun simtomatik. Diatas 3 tahun dengan gejala demam, keringat malam hari, B menurun, diare, neuropati, lemah, rash, limfadenopati, lesi mulut.
5.AIDS. Lamanya bervariasi antara 1-5 tahun dari kondisi AIDS pertama kali ditegakkan. Didapatkan infeksi oportunis berat dan tumor pada berbagai system tubuh, dan manifestasi neurologist.
AIDS dapat menyerang semua golongan umur, termasuk bayi, pria maupun wanita. Yang termasuk kelompok resiko tinggi adalah :
1.Lelaki homoseksual atau biseks. 5. Bayi dari ibu/bapak terinfeksi.
2.Orang yang ketagian obat intravena
3.Partner seks dari penderita AIDS
4.Penerima darah atau produk darah (transfusi).
III.Patofisiologi :
















IV.Pemeriksaan Diagnostik
1.Tes untuk diagnosa infeksi HIV :
ELISA
Western blot
P24 antigen test
Kultur HIV
2.Tes untuk deteksi gangguan system imun.
Hematokrit.
LED
CD4 limfosit
Rasio CD4/CD limfosit
Serum mikroglobulin B2
Hemoglobulin


Asuhan Keperawatan
I.Pengkajian.
3.Riwayat : tes HIV positif, riwayat perilaku beresiko tinggi, menggunakan obat-obat.
4.Penampilan umum : pucat, kelaparan.
5.Gejala subyektif : demam kronik, dengan atau tanpa menggigil, keringat malam hari berulang kali, lemah, lelah, anoreksia, BB menurun, nyeri, sulit tidur.
6.Psikososial : kehilangan pekerjaan dan penghasilan, perubahan pola hidup, ungkapkan perasaan takut, cemas, meringis.
7.Status mental : marah atau pasrah, depresi, ide bunuh diri, apati, withdrawl, hilang interest pada lingkungan sekitar, gangguan prooses piker, hilang memori, gangguan atensi dan konsentrasi, halusinasi dan delusi.
8.HEENT : nyeri periorbital, fotophobia, sakit kepala, edem muka, tinitus, ulser pada bibir atau mulut, mulut kering, suara berubah, disfagia, epsitaksis.
9.Neurologis :gangguan refleks pupil, nystagmus, vertigo, ketidakseimbangan , kaku kuduk, kejang, paraplegia.
10.Muskuloskletal : focal motor deifisit, lemah, tidak mampu melakukan ADL.
11.Kardiovaskuler ; takikardi, sianosis, hipotensi, edem perifer, dizziness.
12.Pernapasan : dyspnea, takipnea, sianosis, SOB, menggunakan otot Bantu pernapasan, batuk produktif atau non produktif.
13.GI : intake makan dan minum menurun, mual, muntah, BB menurun, diare, inkontinensia, perut kram, hepatosplenomegali, kuning.
14.Gu : lesi atau eksudat pada genital,
15.Integument : kering, gatal, rash atau lesi, turgor jelek, petekie positif.

II.Diagnosa keperawatan
1.Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan imunosupresi, malnutrisi dan pola hidup yang beresiko.
2.Resiko tinggi infeksi (kontak pasien) berhubungan dengan infeksi HIV, adanya infeksi nonopportunisitik yang dapat ditransmisikan.
3.Intolerans aktivitas berhubungan dengan kelemahan, pertukaran oksigen, malnutrisi, kelelahan.
4.Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake yang kurang, meningkatnya kebutuhan metabolic, dan menurunnya absorbsi zat gizi.
5.Diare berhubungan dengan infeksi GI
6.Tidak efektif koping keluarga berhubungan dengan cemas tentang keadaan yang orang dicintai.

III.Perencanaan keperawatan.
Diagnosa Keperawatan
Perencanaan Keperawatan
Tujuan dan criteria hasil
Intervensi
Rasional
Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan imunosupresi, malnutrisi dan pola hidup yang beresiko.

Pasien akan bebas infeksi oportunistik dan komplikasinya dengan kriteria tak ada tanda-tanda infeksi baru, lab tidak ada infeksi oportunis, tanda vital dalam batas normal, tidak ada luka atau eksudat.
1.Monitor tanda-tanda infeksi baru.
2.gunakan teknik aseptik pada setiap tindakan invasif. Cuci tangan sebelum meberikan tindakan.
3.Anjurkan pasien metoda mencegah terpapar terhadap lingkungan yang patogen.
4.Kumpulkan spesimen untuk tes lab sesuai order.
5.Atur pemberian antiinfeksi sesuai order

Untuk pengobatan dini
Mencegah pasien terpapar oleh kuman patogen yang diperoleh di rumah sakit.

Mencegah bertambahnya infeksi


Meyakinkan diagnosis akurat dan pengobatan

Mempertahankan kadar darah yang terapeutik
Resiko tinggi infeksi (kontak pasien) berhubungan dengan infeksi HIV, adanya infeksi nonopportunisitik yang dapat ditransmisikan.

Infeksi HIV tidak ditransmisikan, tim kesehatan memperhatikan universal precautions dengan kriteriaa kontak pasien dan tim kesehatan tidak terpapar HIV, tidak terinfeksi patogen lain seperti TBC.
1.Anjurkan pasien atau orang penting lainnya metode mencegah transmisi HIV dan kuman patogen lainnya.
2.Gunakan darah dan cairan tubuh precaution bial merawat pasien. Gunakan masker bila perlu.

Pasien dan keluarga mau dan memerlukan informasikan ini

Mencegah transimisi infeksi HIV ke orang lain
Intolerans aktivitas berhubungan dengan kelemahan, pertukaran oksigen, malnutrisi, kelelahan.

Pasien berpartisipasi dalam kegiatan, dengan kriteria bebas dyspnea dan takikardi selama aktivitas.
1.Monitor respon fisiologis terhadap aktivitas
2.Berikan bantuan perawatan yang pasien sendiri tidak mampu
3.Jadwalkan perawatan pasien sehingga tidak mengganggu isitirahat.

Respon bervariasi dari hari ke hari

Mengurangi kebutuhan energi

Ekstra istirahat perlu jika karena meningkatkan kebutuhan metabolik
Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake yang kurang, meningkatnya kebutuhan metabolic, dan menurunnya absorbsi zat gizi.

Pasien mempunyai intake kalori dan protein yang adekuat untuk memenuhi kebutuhan metaboliknya dengan kriteria mual dan muntah dikontrol, pasien makan TKTP, serum albumin dan protein dalam batas n ormal, BB mendekati seperti sebelum sakit.
1.Monitor kemampuan mengunyah dan menelan.
2.Monitor BB, intake dan ouput
3.Atur antiemetik sesuai order
4.Rencanakan diet dengan pasien dan orang penting lainnya.

Intake menurun dihubungkan dengan nyeri tenggorokan dan mulut
Menentukan data dasar
Mengurangi muntah
Meyakinkan bahwa makanan sesuai dengan keinginan pasien

Diare berhubungan dengan infeksi GI

Pasien merasa nyaman dan mengnontrol diare, komplikasi minimal dengan kriteria perut lunak, tidak tegang, feses lunak dan warna normal, kram perut hilang,
1.Kaji konsistensi dan frekuensi feses dan adanya darah.
2.Auskultasi bunyi usus
3.Atur agen antimotilitas dan psilium (Metamucil) sesuai order
4.Berikan ointment A dan D, vaselin atau zinc oside
Mendeteksi adanya darah dalam feses

Hipermotiliti mumnya dengan diare
Mengurangi motilitas usus, yang pelan, emperburuk perforasi pada intestinal
Untuk menghilangkan distensi
Tidak efektif koping keluarga berhubungan dengan cemas tentang keadaan yang orang dicintai.

Keluarga atau orang penting lain mempertahankan suport sistem dan adaptasi terhadap perubahan akan kebutuhannya dengan kriteria pasien dan keluarga berinteraksi dengan cara yang konstruktif
1.Kaji koping keluarga terhadap sakit pasein dan perawatannya
2.Biarkan keluarga mengungkapkana perasaan secara verbal
3.Ajarkan kepada keluaraga tentang penyakit dan transmisinya.

Memulai suatu hubungan dalam bekerja secara konstruktif dengan keluarga.
Mereka tak menyadari bahwa mereka berbicara secara bebas
Menghilangkan kecemasan tentang transmisi melalui kontak sederhana.




Daftar Pustaka

Grimes, E.D, Grimes, R.M, and Hamelik, M, 1991, Infectious Diseases, Mosby Year Book, Toronto.

Christine L. Mudge-Grout, 1992, Immunologic Disorders, Mosby Year Book, St. Louis.

Rampengan dan Laurentz, 1995, Penyakit Infeksi Tropik Pada Anak, cetakan kedua, EGC, Jakarta.

Lab/UPF Ilmu Penyakit Dalam, 1994, Pedoman Diagnosis dan Terapi, RSUD Dr. Soetomo Surabaya.

Lyke, Merchant Evelyn, 1992, Assesing for Nursing Diagnosis ; A Human Needs Approach,J.B. Lippincott Company, London.

Phipps, Wilma. et al, 1991, Medical Surgical Nursing : Concepts and Clinical Practice, 4th edition, Mosby Year Book, Toronto

Doengoes, Marilynn, dkk, 2000, Rencana Asuhan Keperawatan ; Pedoman untuk Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien, edisi 3, alih bahasa : I Made Kariasa dan Ni Made S, EGC, Jakarta

Laporan pendahuluan gangguan jiwa: perilaku kekerasan

LAPORAN PENDAHULUAN


  1. Masalah Utama:

Perilaku kekerasan/ amuk.


  1. Proses Terjadinya Masalah

              1. Pengertian perilaku kekerasan

Perilaku kekerasan adalah suatu keadaan dimana seseorang melakukan tindakan yang dapat membahayakan secara fisik baik terhadap diri sendiri, orang lain maupun lingkungan. Hal tersebut dilakukan untuk mengungkapkan perasaan kesal atau marah yang tidak konstruktif. (Stuart dan Sundeen, 1995).

Tanda dan Gejala :

  • Muka merah

  • Pandangan tajam

  • Otot tegang

  • Nada suara tinggi

  • Berdebat dan sering pula tampak klien memaksakan kehendak

  • Memukul jika tidak senang


              1. Penyebab perilaku kekerasan

Perilaku kekerasan bisa disebabkan adanya gangguan harga diri: harga diri rendah. Harga diri adalah penilaian individu tentang pencapaian diri dengan menganalisa seberapa jauh perilaku sesuai dengan ideal diri. Dimana gangguan harga diri dapat digambarkan sebagai perasaan negatif terhadap diri sendiri, hilang kepercayaan diri, merasa gagal mencapai keinginan.



Tanda dan gejala :

  • Perasaan malu terhadap diri sendiri akibat penyakit dan tindakan terhadap penyakit (rambut botak karena terapi)

  • Rasa bersalah terhadap diri sendiri (mengkritik/menyalahkan diri sendiri)

  • Gangguan hubungan sosial (menarik diri)

  • Percaya diri kurang (sukar mengambil keputusan)

  • Mencederai diri (akibat dari harga diri yang rendah disertai harapan yang suram, mungkin klien akan mengakiri kehidupannya.

(Budiana Keliat, 1999)

              1. Akibat dari Perilaku kekerasan

Klien dengan perilaku kekerasan dapat menyebabkan resiko tinggi mencederai diri, orang lain dan lingkungan. Resiko mencederai merupakan suatu tindakan yang kemungkinan dapat melukai/ membahayakan diri, orang lain dan lingkungan.

Tanda dan Gejala :

  • Memperlihatkan permusuhan

  • Mendekati orang lain dengan ancaman

  • Memberikan kata-kata ancaman dengan rencana melukai

  • Menyentuh orang lain dengan cara yang menakutkan

  • Mempunyai rencana untuk melukai


C. Pohon Masalah

Resiko mencederai diri, orang lain dan lingkungan


Perilaku Kekerasan/amuk


Core Problem


Gangguan Harga Diri : Harga Diri Rendah

(Budiana Keliat, 1999)

D. Masalah keperawatan dan Data yang Perlu Dikaji

    1. Masalah keperawatan:

  1. Resiko mencederai diri, orang lain dan lingkungan

  2. Perilaku kekerasan / amuk

  3. Gangguan harga diri : harga diri rendah

    1. Data yang perlu dikaji:

  1. Resiko mencederai diri, orang lain dan lingkungan

  1. Data subjektif

Klien mengatakan marah dan jengkel kepada orang lain, ingin membunuh, ingin membakar atau mengacak-acak lingkungannya.

  1. Data objektif

Klien mengamuk, merusak dan melempar barang-barang, melakukan tindakan kekerasan pada orang-orang disekitarnya.

  1. Perilaku kekerasan / amuk

  1. Data Subjektif :

          • Klien mengatakan benci atau kesal pada seseorang.

          • Klien suka membentak dan menyerang orang yang mengusiknya jika sedang kesal atau marah.

          • Riwayat perilaku kekerasan atau gangguan jiwa lainnya.

  1. Data Objektif

          • Mata merah, wajah agak merah.

          • Nada suara tinggi dan keras, bicara menguasai.

          • Ekspresi marah saat membicarakan orang, pandangan tajam.

          • Merusak dan melempar barang barang.

  1. Gangguan harga diri : harga diri rendah

    1. Data subyektif:

Klien mengatakan: saya tidak mampu, tidak bisa, tidak tahu apa-apa, bodoh, mengkritik diri sendiri, mengungkapkan perasaan malu terhadap diri sendiri.

    1. Data objektif:

Klien tampak lebih suka sendiri, bingung bila disuruh memilih alternatif tindakan, ingin mencederai diri / ingin mengakhiri hidup.

        1. Diagnosa Keperawatan

    1. Resiko mencederai diri, orang lain dan lingkungan berhubungan dengan perilaku kekerasan/ amuk.

    2. Perilaku kekerasan berhubungan dengan gangguan harga diri: harga diri rendah.


        1. Rencana Tindakan

Diagnosa 1: Resiko mencederai diri, orang lain dan lingkungan berhubungan dengan perilaku kekerasan/ amuk

  1. Tujuan Umum: Klien tidak mencederai diri sendiri, orang lain dan lingkungannya

  2. Tujuan Khusus:

      1. Klien dapat membina hubungan saling percaya.

Tindakan:

        1. Bina hubungan saling percaya : salam terapeutik, empati, sebut nama perawat dan jelaskan tujuan interaksi.

        2. Panggil klien dengan nama panggilan yang disukai.

        3. Bicara dengan sikap tenang, rileks dan tidak menantang.

        4. Jelaskan tentang kontrak yang akan dibuat.

        5. Beri rasa aman dan sikap empati.

        6. Lakukan kontak singkat tapi sering.


    1. Klien dapat mengidentifikasi penyebab perilaku kekerasan.

Tindakan:

        1. Beri kesempatan mengungkapkan perasaan.

        2. Bantu klien mengungkapkan perasaan jengkel / kesal.

        3. Dengarkan ungkapan rasa marah dan perasaan bermusuhan klien dengan sikap tenang.


    1. Klien dapat mengidentifikasi tanda tanda perilaku kekerasan.

Tindakan :

        1. Anjurkan klien mengungkapkan yang dialami dan dirasakan saat jengkel/kesal.

        2. Observasi tanda perilaku kekerasan.

        3. Simpulkan bersama klien tanda tanda jengkel / kesal yang dialami klien.


    1. Klien dapat mengidentifikasi perilaku kekerasan yang biasa dilakukan.

Tindakan:

        1. Anjurkan mengungkapkan perilaku kekerasan yang biasa dilakukan.

        2. Bantu bermain peran sesuai dengan perilaku kekerasan yang biasa dilakukan.

        3. Tanyakan "apakah dengan cara yang dilakukan masalahnya selesai ?"


    1. Klien dapat mengidentifikasi akibat perilaku kekerasan.

Tindakan:

        1. Bicarakan akibat/kerugian dari cara yang dilakukan.

        2. Bersama klien menyimpulkan akibat dari cara yang digunakan.

        3. Tanyakan apakah ingin mempelajari cara baru yang sehat.


    1. Klien dapat mengidentifikasi cara konstruktif dalam berespon terhadap kemarahan.

Tindakan :

        1. Tanyakan kepada klien apakah ia ingin mempelajari cara baru yang sehat

        2. Beri pujian jika mengetahui cara lain yang sehat.

        3. Diskusikan dengan klien cara lain yang sehat.

  • Secara fisik : tarik nafas dalam jika sedang kesal, berolah raga, memukul bantal / kasur atau pekerjaan yang memerlukan tenaga.

  • Secara verbal : katakan bahwa anda sedang marah atau kesal/ tersinggung.

  • Secara sosial : lakukan dalam kelompok cara – cara marah yang sehat, latihan asertif, latihan manajemen perilaku kekerasan.

  • Secara spiritual : berdo'a, sembahyang, memohon kepada Tuhan untuk diberi kesabaran.




    1. Klien dapat mengidentifikasi cara mengontrol perilaku kekerasan.

Tindakan:

        1. Bantu memilih cara yang paling tepat.

        2. Bantu mengidentifikasi manfaat cara yang telah dipilih.

        3. Bantu mensimulasikan cara yang telah dipilih.

        4. Beri reinforcement positif atas keberhasilan yang dicapai dalam simulasi.

        5. Anjurkan menggunakan cara yang telah dipilih saat jengkel / marah.


    1. Klien mendapat dukungan dari keluarga dalam mengontrol perilaku kekerasan

Tindakan :

        1. Identifikasi kemampuan keluarga merawat klien dari sikap apa yang telah dilakukan keluarga selama ini.

        2. Jelaskan peran serta keluarga dalam merawat klien.

        3. Jelaskan cara – cara merawat klien :

  • Cara mengontrol perilaku marah secara konstruktif.

  • Sikap tenang, bicara tenang dan jelas.

  • Membantu klien mengenal penyebab ia marah.

8.4.Bantu keluarga mendemonstrasikan cara merawat klien.

8.5.Bantu keluarga mengungkapkan perasaannya setelah melakukan demonstrasi


    1. Klien dapat menggunakan obat dengan benar (sesuai program).

Tindakan:

        1. Jelaskan jenis – jenis obat yang diminum klien pada klien dan keluarga.

        2. Diskusikan manfaat minum obat dan kerugian berhenti minum obat tanpa seizin dokter.

        3. Jelaskan prinsip 5 benar minum obat (nama klien, obat, dosis, cara dan waktu).

        4. Anjurkan untuk membicarakan efek dan efek samping obat yang dirasakan.

        5. Anjurkan klien melaporkan pada perawat / dokter jika merasakan efek yang tidak menyenangkan.

        6. Beri pujian jika klien minum obat dengan benar.

Diagnosa 2: Perilaku kekerasan berhubungan dengan gangguan konsep diri : harga diri rendah

                1. Tujuan Umum :

Klien dapat berhubungan dengan orang lain secara optimal

                1. Tujuan khusus :

              1. Klien dapat membina hubungan saling percaya dengan perawat

Tindakan :

        1. Bina hubungan saling percaya

Salam terapeutik

Perkenalan diri

- Tanyakan nama lengkap klien dan panggilan yang disukai.

Jelaskan tujuan pertemuan

Ciptakan lingkungan yang tenang

Buat kontrak yang jelas ( waktu, tempat dan topik pembicaraan ).

        1. Beri kesempatan pada klien mengungkapkan perasaannya.

        2. Sediakan waktu untuk mendengarkan klien.

        3. Katakan kepada klien bahwa ia adalah seseorang yang berharga dan bertanggung jawab serta mampu menolong dirinya sendiri.


2. Klien dapat mengidentifikasi kemampuan dan aspek positif yang dimiliki.

Tindakan :

        1. Diskusikan kemampuan dan aspek positif yang dimiliki klien.

        2. Setiap bertemu klien hindarkan dari memberi penilaian negatif

        3. Utamakan memberi pujian yang realistis.


    1. Klien dapat menilai kemampuan yang dapat digunakan.

Tindakan :

        1. Diskusikan bersama klien kemampuan yang masih dapat digunakan selama sakit

        2. Diskusikan pula kemampuan yang dapat dilanjutkan setelah pulang ke rumah.


4. Klien dapat menetapkan/ merencanakan kegiatan sesuai kemampuan yang dimiliki.

Tindakan :

        1. Rencanakan bersama klien aktivitas yang dapat dilakukan setiap hari sesuai kemampuan ( mandiri, bantuan sebagian, bantuan total ).

        2. Tingkatkan kegiatan sesuai dengan toleransi kondisi klien.

        3. Beri contoh cara pelaksanaan kegiatan yang boleh klien lakukan.


    1. Klien dapat melakukan kegiatan sesuai kondisi dan kemampuannya

Tindakan :

        1. Beri kesempatan klien untuk mencoba kegiatan yang telah direncanakan.

        2. Beri pujian atas keberhasilan klien.

        3. Diskusikan kemungkinan pelaksanaan di rumah.


    1. Klien dapat memanfaatkan sistem pendukung yang ada.

Tindakan :

        1. Beri pendidikan kesehatan pada keluarga tentang cara merawat klien dengan harga diri rendah.

        2. Bantu keluarga memberi dukungan selama klien dirawat.

        3. Bantu keluarga menyiapkan lingkungan di rumah.

        4. Beri reinforcement positif atas keterlibatan keluarga

DAFTAR PUSTAKA

              1. Stuart GW, Sundeen, Principles and Practice of Psykiatric Nursing (5 th ed.). St.Louis Mosby Year Book, 1995

              2. Keliat Budi Ana, Proses Keperawatan Kesehatan Jiwa, Edisi I, Jakarta : EGC, 1999

              3. Keliat Budi Ana, Gangguan Konsep Diri, Edisi I, Jakarta : EGC, 1999

              4. Aziz R, dkk, Pedoman Asuhan Keperawatan Jiwa Semarang : RSJD Dr. Amino Gonohutomo, 2003

              5. Tim Direktorat Keswa, Standar Asuhan Keperawatan Jiwa, Edisi 1, Bandung, RSJP Bandung, 2000


Askep gangguan jiwa: menarik diri

ASKEP MENARIK DIRI

Label:
ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN
GANGGUAN ISOLASI SOSIAL : MENARIK DIRI

I. KONSEP DASAR

Isolasi adalah keadaan dimana individu atau kelompok mengalami atau merasakan kebutuhan atau keinginan untuk meningkatkan keterlibatan dengan orang lain tetapi tidak mampu untuk membuat kontak ( Carpenito, 1998 )
Isolasi sosial adalah suatu keadaan kesepian yang dialami oleh seseorang karena orang lain menyatakan sikap yang negatif dan mengancam (Towsend,1998)
Seseorang dengan perilaku menarik diri akan menghindari interaksi dengan orang lain. Individu merasa bahwa ia kehilangan hubungan akrab dan tidak mempunyai kesempatan untuk membagi perasaan, pikiran dan prestasi atau kegagalan. Ia mempunyai kesulitan untuk berhubungan secara spontan dengan orang lain, yang dimanivestasikan dengan sikap memisahkan diri, tidak ada perhatian dan tidak sanggup membagi pengalaman dengan orang lain (DepKes, 1998).
II. FAKTOR PREDISPOSISI DAN PRESIPITASI
Faktor predisposisi terjadinya perilaku menarik diri adalah kegagalan perkembangan yang dapat mengakibatkan individu tidak percaya diri, tidak percaya orang lain, ragu takut salah, putus asa terhadap hubungan dengan orang lain, menghindar dari orang lain, tidak mampu merumuskan keinginan dan meresa tertekan.
Sedangkan faktor presipitasi dari faktor sosio-cultural karena menurunnya stabilitas keluarga dan berpisah karena meninggal dan fakto psikologis seperti berpisah dengan orang yang terdekat atau kegagalan orang lain untuk bergantung, merasa tidak berarti dalam keluarga sehingga menyebabkan klien berespons menghindar dengan menarik diri dari lingkungan (Stuart and sundeen, 1995).



III. TANDA DAN GEJALA
Observasi yang dilakukan pada klien akan ditemukan (data objektif) :
1. Apatis, ekspresi, afek tumpul.
2. Menghindar dari orang lain (menyendiri) klien tampak memisahkan diri dari orang lain.
3. Komunikasi kurang atau tidak ada. Klien tidak tampak bercakap-cakap dengan klien lain atau perawat.
4. Tidak ada kontak mata, klien lebih sering menunduk.
5. Berdiam diri di kamar/tempat berpisah – klien kurang mobilitasnya.
6. Menolak hubungan dengan orang lain – klien memutuskan percakapan atau pergi jika diajak bercakap-cakap.
7. Tidak melakukan kegiatan sehari-hari, artinya perawatan diri dan kegiatan rumah tangga sehari-hari tidak dilakukan.
8. Posisi janin pada saat tidur.
Data subjektif sukar didapat jika klien menolak berkomunikasi, beberapa data subjektif adalah menjawab dengan singkat kata-kata “tidak”, “ya”, “tidak tahu”.
IV. KAREKTERISTIK PERILAKU

• Gangguan pola makan : tidak nafsu makan atau makan berlebihan.
• Berat badan menurun atau meningkat secara drastis.
• Kemunduran secara fisik.
• Tidur berlebihan.
• Tinggal di tempat tidur dalam waktu yang lama.
• Banyak tidur siang.
• Kurang bergairah.
• Tidak memperdulikan lingkungan.
• Kegiatan menurun.
• Immobilisasai.
• Mondar-mandir (sikap mematung, melakukan gerakan berulang).
• Keinginan seksual menurun.

KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN KESEHATAN JIWA PADA KLIEN DENGAN GANGGUAN ISOLASI SOSIAL ; MENARIK DIRI.

I. Deskripsi
Tanggapan atau deskripsi tentang isolasi yaitu suatu keadaan kesepian yang dialami oleh seseorang karena orang lain menyatakan sikap yang negatif dan mengancam (towsend, 1998).
Seseorang dengan perilaku menarik diri akan menghindari interaksi dengan orang lain.
II. Pengkajian
Pengelompokan data pada pengkajian kesehatan jiwa berupa faktor presipitasi, penilaian stressor , suberkoping yang dimiliki klien. Setiap melakukan pengajian ,tulis tempat klien dirawat da tanggal dirawat isi pengkajian meliputi :
a. Identitas Klien
Meliputi nama klien , umur , jenis kelamin , status perkawinan, agama, tangggal MRS , informan, tangggal pengkajian, No Rumah klien dan alamat klien.
b. Keluhan Utama
Keluhan biasanya berupa menyediri (menghindar dari orang lain) komunikasi kurang atau tidak ada , berdiam diri dikamar ,menolak interaksi dengan orang lain , tidak melakukan kegiatan sehari – hari , dependen.
c. Faktor predisposisi
kehilangan , perpisahan , penolakan orang tua ,harapan orang tua yang tidak realistis ,kegagalan / frustasi berulang , tekanan dari kelompok sebaya; perubahan struktur sosial.
Terjadi trauma yang tiba tiba misalnya harus dioperasi , kecelakaan dicerai suami , putus sekolah ,PHK, perasaan malu karena sesuatu yang terjadi ( korban perkosaan , tituduh kkn, dipenjara tiba – tiba) perlakuan orang lain yang tidak menghargai klien/ perasaan negatif terhadap diri sendiri yang berlangsung lama.
d. Aspek fisik / biologis
Hasil pengukuran tada vital (TD, Nadi, suhu, Pernapasan , TB, BB) dan keluhafisik yang dialami oleh klien.
e. Asfek Psikososial
1. Genogram yang menggambarkan tiga generasi
2. Konsep diri
a) citra tubuh :
Menolak melihat dan menyentuh bagian tubuh yang berubah atau tidak menerima perubahan tubuh yang telah terjadi atau yang akan terjadi.
Menolak penjelasan perubahan tubuh , persepsi negatip tentang tubuh .
Preokupasi dengan bagia tubuh yang hilang , mengungkapkan keputus asaan, mengungkapkan ketakutan.
b) Identitas diri
Ketidak pastian memandang diri , sukar menetapkan keinginan dan tidak mampu mengambil keputusan .

c) Peran
Berubah atau berhenti fungsi peran yang disebabkan penyakit , proses menua , putus sekolah, PHK.
d) Ideal diri
Mengungkapkan keputus asaan karena penyakitnya : mengungkapkan keinginan yang terlalu tinggi.
e) Harga diri
Perasaan malu terhadap diri sendiri , rasa bersalah terhadap diri sendiri , gangguan hubungan sosial , merendahkan martabat , mencederai diri, dan kurang percaya diri.
3. Klien mempunyai gangguan / hambatan dalam melakukan hubunga sosialdengan orang lain terdekat dalam kehidupan, kelempok yang diikuti dalam masyarakat.
4. kenyakinan klien terhadap tuhan dan kegiatan untuk ibadah ( spritual)
f. Status Mental
Kontak mata klien kurang /tidak dapat mepertahankan kontak mata , kurang dapat memulai pembicaraan , klien suka menyendiri dan kurang mampu berhubungan denga orang lain , Adanya perasaan keputusasaan dan kurang berharga dalam hidup.
g. Kebutuhan persiapan pulang.
1. Klien mampu menyiapkan dan membersihkan alat makan
2. Klien mampu BAB dan BAK, menggunakan dan membersihkan WC, membersikan dan merapikan pakaian.
3. Pada observasi mandi dan cara berpakaian klien terlihat rapi
4. Klien dapat melakukan istirahat dan tidur , dapat beraktivitas didalam dan diluar rumah
5). Klien dapat menjalankan program pengobatan dengan benar.
H. Mekanisme Koping
Klien apabila mendapat masalah takut atau tidak mau menceritakan nya pada orang orang lain( lebih sering menggunakan koping menarik diri)
I. Asfek Medik
Terapi yang diterima klien bisa berupa therapy farmakologi ECT, Psikomotor,therapy okopasional, TAK , dan rehabilitas.
III. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa Keperawatan adalah identifikasi atau penilaian pola respons baik aktual maupun potensial (Stuart and Sundeen, 1995)
Masalah keperawatan yang sering muncul yang dapat disimpulkan dari pengkajian adalah sebagai berikut :
*. Isolasi sosial : menarik diri
*. Gangguan konsep diri: harga diri rendah
*. Resiko perubahan sensori persepsi
*. Koping individu yang efektif sampai dengan ketergantungan pada orang lain .
*. Gangguan komunikasi verbal, kurang komunikasi verbal.
*. Intoleransi aktifitas.
*. Kekerasan resiko tinggi.

IV. Pohon Masalah



Diagnosa Keperawatan
1. Resiko perubahan sensori persepsi berhubungan dengan menarik diri.
2. Isolasi sosial : menarik diri berhubungan dengan harga diri rendah
3. Gangguan harga diri : harga diri rendah berhubungan dengan tidak efektifnya koping individu : koping defensif.


V. Tindakan keperawatan
Tindakan keperawatan dalam asuhan keperawatan jiwa berbeda dengan tindakan keperawatan untuk klien dengan penyakit fisik di RSU dalam perawatan kesehatan jiwa. Perawat melakukan tindakan yang bertujuan untuk mengatasi penyebab dari masalah dan daftar masalah diatas dapat diambil salah satu. Contoh masalah keperawatan yaitu : resiko perubahan sensori persepsi berhubungan dengan isolasi sosial : menarik diri.
VI. Rencana Intervensi
Rencana tindakan keperawatan terdiri 3 asfek utama yaitu :
a. tujuan umum
berfokus pada penyelesaian permasalahan dari diagnosa. Tujuan umum dapat dicapai jika serangkaia tujuan khusus dapat dicapai.
b. tujuan khusus
berfokus pada penyelesaian etiologi dari diagnosa. Tujuan khusus merupakan rumusan kemampuan klien yang perlu dicapai atau dimiliki klien .umumnya kemampuan pada tujuan khusus dapat dibagi menjadi 3 aspek (stuart & sundeen ,1995) yaitu : kemampuan kognitif yang diperlukan untuk menyelesaikan etiologi dari diagnosa keperawatan ,kemampuan psikomotor yang diperlukan agar etiologi dapat selesai dan kemampuan afektif yang perlu dimiliki agar klien percaya akan kemampuan menyelesaiakan masalah.
c. Rencana tindakan keperawatan
Tindakan keperawatan merupakan serangkaian tindakan yang dapat mencapai tujuan khusus. tindakan keperawatan menggambarkan tindakan keperawatan mandiri, kerjasama dengan klien, keluarga, kelompok dan kolaborasi dengan tim kesehatan jiwa lainnya.
VII. Kriteria Evaluasi keperawatan
Kriteria evaluasi dibuat berdasarkan pada tujuan khusus yang terdiri dari beberapa tujuan , masing tujuan tersebut ada kriteria evaluasinya .

Daftar Pustaka

Carpenito, lynda Juall. 1998. Buku saku buku kedokteran EGC : jakarta.

Keliat, B.A. 1999. Proses keperawatan kesehatan jiwa, penerbit buku kedokteran EGC : diagnosa keperawatan , Edisi 6, penerbit Jakarta.

Short, G.W dan Sandra, J. Sunden. 1998. Buku Saku Keperawatan Jiwa, Edisi 3, penerbit buku kedokteran EGC: Jakarta.

Towsend, Mary C. 1998. Buku saku Diagnosa keperawatan psikiatri untuk pembuatan rencana keperawatan, Edisi 3, Penerbit buku kedokteran EGC: Jakarta.

-----------, 1998. Buku Standart keperawatan Kesehatan Jiwa dan penerapan asuhan keperawatan pada kasus di Rumah Sakit Ketergantungan obat, Direktorat kesehatan jiwa Direktorat Jenderal Pelayanan medik, Dep-kes RI, Jakarta.

Maramis, Wf. (1995) Ilmu Kedokteran Jiwa. Airlangga University press : Surabaya.

Askep gangguan jiwa: Depresi

DEPRESI

MASALAH UTAMA Gangguan alam perasaan: depresi.

PROSES TERJADINYA MASALAH

Depresi adalah suatu jenis alam perasaan atau emosi yang disertai komponen psikologik : rasa susah, murung, sedih, putus asa -dan tidak bahagia, serta komponen somatik: anoreksia, konstipasi, kulit lembab (rasa dingin), tekanan darah dan denyut nadi sedikit menurun.

Depresi merupakan gangguan alam perasaan yang berat dan dimanifestasikan dengan gangguan fungsi social dan fungsi fisik yang hebat, lama dan menetap pada individu yang bersangkutan.

Depresi disebabkan oleh banyak faktor antara lain : faktor heriditer dan genetik, faktor konstitusi, faktor kepribadian pramorbid, faktor fisik, faktor psikobiologi, faktor neurologik, faktor biokimia dalam tubuh, faktor keseimbangan elektrolit dan sebagai­nya.

Depresi biasanya dicetuskan oleh trauma fisik seperti penyakit infeksi, pembedah­an, kecelakaan, persalinan dan sebagainya, serta faktor psikik seperti kehilangan kasih sayang atau harga diri dan akibat kerja keras.

Depresi merupakan reaksi yang normal bila berlangsung dalam waktu yang pendek dengan adanya faktor pencetus yang jelas, lama dan dalamnya depresi sesuai dengan faktor pencetusnya. Depresi merupakan gejala psikotik bila keluhan yang bersangkutan tidak sesuai lagi dengan realitas, tidak dapat menilai realitas dan tidak dapat dimengerti oleh orang lain.

MASALAH KEPERAWATAN DAN DATA YANG PERLU DIKAJI

• Gangguan alam perasaan: depresi

• Data subyektif:

Tidak mampu mengutarakan pendapat dan malas berbicara.Sering mengemukakan keluhan somatic seperti ; nyeri abdomen dan dada, anoreksia, sakit punggung,pusing. Merasa dirinya sudah tidak berguna lagi, tidak berarti, tidak ada tujuan hidup, merasa putus asa dan cenderung bunuh diri. Pasien mudah tersinggung dan ketidakmampuan untuk konsentrasi.

• Data obyektif:

Gerakan tubuh yang terhambat, tubuh yang melengkung dan bila duduk dengan sikap yang merosot, ekspresi wajah murung, gaya jalan yang lambat dengan lang­kah yang diseret.Kadang-kadang dapat terjadi stupor. Pasien tampak malas, lelah, tidak ada nafsu makan, sukar tidur dan sering me­nangis. Proses berpikir terlambat, seolah-olah pikirannya kosong, konsentrasi tergang­gu, tidak mempunyai minat, tidak dapat berpikir, tidak mempunyai daya khayal Pada pasien psikosa depresif terdapat perasaan bersalah yang mendalam, tidak masuk akal (irasional), waham dosa, depersonalisasi dan halusinasi. Kadang-kadang pasien suka menunjukkan sikap bermusuhan (hostility), mudah tersinggung (irritable) dan tidak suka diganggu. Pada pasien depresi juga mengalami kebersihan diri kurang dan keterbelakangan psikomotor.

• Koping maladaptif

• DS : Menyatakan putus asa dan tak berdaya, tidak bahagia, tak ada harapan.

• DO : Nampak sedih, mudah marah, gelisah, tidak dapat mengontrol impuls.

Mekanisme koping yang digunakan adalah denial dan supresi yang berlebihan .

DIAGNOSA KEPERAWATAN

Resiko mencederai diri berhubungan dengan depresi.

• Gangguan lam perasaan: depresi berhubungan dengan koping maladaptif.

RENCANA TINDAKAN KEPERAWATAN

• Tujuan umum: Klien tidak mencederai diri.

• Tujuan khusus

• Klien dapat membina hubungan saling percaya

Tindakan:

• Perkenalkan diri dengan klien dengan cara menyapa klien dengan ramah, baik verbal dan non verbal, selalu kontak mata selama interaksi dan perhatikan kebutuhan dasar klien.

• Lakukan interaksi dengan pasien sesering mungkin dengan sikap empati

• Dengarkan pemyataan pasien dengan sikap sabar empati dan lebih banyak memakai bahasa non verbal. Misalnya: memberikan sentuhan, anggukan.

• Perhatikan pembicaraan pasien serta beri respons sesuai dengan keinginannya

• Bicara dengan nada suara yang rendah, jelas, singkat, sederhana dan mudah dimengerti

• Terima pasien apa adanya tanpa membandingkan dengan orang lain.

• Klien dapat menggunakan koping adaptif

• Beri dorongan untuk mengungkapkan perasaannya dan mengatakan bahwa perawat memahami apa yang dirasakan pasien.

• Tanyakan kepada pasien cara yang biasa dilakukan mengatasi perasaan sedih/menyakitkan

• Diskusikan dengan pasien manfaat dari koping yang biasa digunakan

• Bersama pasien mencari berbagai alternatif koping.

• Beri dorongan kepada pasien untuk memilih koping yang paling tepat dan dapat diterima

• Beri dorongan kepada pasien untuk mencoba koping yang telah dipilih

• Anjurkan pasien untuk mencoba alternatif lain dalam menyelesaikan masalah.

• Klien terlindung dari perilaku mencederai diri

Tindakan:

• Pantau dengan seksama resiko bunuh diri/melukai diri sendiri.

• Jauhkan dan simpan alat-alat yang dapat digunakan olch pasien untuk mencederai dirinya/orang lain, ditempat yang aman dan terkunci.

• Jauhkan bahan alat yang membahayakan pasien.

• Awasi dan tempatkan pasien di ruang yang mudah dipantau oleh peramat/petugas.

4. Klien dapat meningkatkan harga diri

Tindakan:

4.1. Bantu untuk memahami bahwa klien dapat mengatasi keputusasaannya.

4.2. Kaji dan kerahkan sumber-sumber internal individu.

4.3. Bantu mengidentifikasi sumber-sumber harapan (misal: hubungan antar sesama, k eyakinan, hal-hal untuk diselesaikan).

5. Klien dapat menggunakan dukungan sosial

Tindakan:

5.1. Kaji dan manfaatkan sumber-sumber ekstemal individu (orang-orang terdekat, tim pelayanan kesehatan, kelompok pendukung, agama yang dianut).

5.2. Kaji sistem pendukung keyakinan (nilai, pengalaman masa lalu, aktivitas keagamaan, kepercayaan agama).

5.3. Lakukan rujukan sesuai indikasi (misal : konseling pemuka agama).

• Klien dapat menggunakan obat dengan benar dan tepat

Tindakan:

6.1. Diskusikan tentang obat (nama, dosis, frekuensi, efek dan efek samping minum obat).

6.2. Bantu menggunakan obat dengan prinsip 5 benar (benar pasien, obat, dosis, cara, waktu).

6.3. Anjurkan membicarakan efek dan efek samping yang dirasakan.

6.4. Beri reinforcement positif bila menggunakan obat dengan benar

Askep asma

Askep pasien dengan Asma

PengertianAsma adalah suatu gangguan yang komplek dari bronkial yang dikarakteristikan oleh periode bronkospasme (kontraksi spasme yang lama pada jalan nafas). (Polaski : 1996).Asma adalah gangguan pada jalan nafas bronkial yang dikateristikan dengan bronkospasme yang reversibel. (Joyce M. Black : 1996).Asma adalah penyakit jalan nafas obstruktif intermiten, reversibel dimana trakea dan bronkhi berespon secara hiperaktif terhadap stimulasi tertentu. (Smelzer Suzanne : 2001).Dari ketiga pendapat tersebut dapat diketahui bahwa asma adalah suatu penyakit gangguan jalan nafas obstruktif intermiten yang bersifat reversibel, ditandai dengan adanya periode bronkospasme, peningkatan respon trakea dan bronkus terhadap berbagai rangsangan yang menyebabkan penyempitan jalan nafas.EtiologiAsma adalah suatu obstruktif jalan nafas yang reversibel yang disebabkan oleh :1) Kontraksi otot di sekitar bronkus sehingga terjadi penyempitan jalan nafas.2) Pembengkakan membran bronkus.3) Terisinya bronkus oleh mukus yang kental.PatofisiologiProses perjalanan penyakit asma dipengaruhi oleh 2 faktor yaitu alergi dan psikologis, kedua faktor tersebut dapat meningkatkan terjadinya kontraksi otot-otot polos, meningkatnya sekret abnormal mukus pada bronkriolus dan adanya kontraksi pada trakea serta meningkatnya produksi mukus jalan nafas, sehingga terjadi penyempitan pada jalan nafas dan penumpukan udara di terminal oleh berbagai macam sebab maka akan menimbulkan gangguan seperti gangguan ventilasi (hipoventilasi), distribusi ventilasi yang tidak merata dengan sirkulasi darah paru, gangguan difusi gas di tingkat alveoli.Tiga kategori asma alergi (asma ekstrinsik) ditemukan pada klien dewasa yaitu yang disebabkan alergi tertentu, selain itu terdapat pula adanya riwayat penyakit atopik seperti eksim, dermatitis, demam tinggi dan klien dengan riwayat asma. Sebaliknya pada klien dengan asma intrinsik (idiopatik) sering ditemukan adnya faktor-faktor pencetus yang tidak jelas, faktor yang spesifik seperti flu, latihan fisik, dan emosi (stress) dapat memacu serangan asma.
Manipestasi klinikManifestasi klinik pada pasien asma adalah batuk, dyspne, dari wheezing.Dan pada sebagian penderita disertai dengan rasa nyeri dada pada penderita yang sedang bebas serangan tidak ditemukan gejala klinis, sedangkan waktu serangan tampak penderita bernafas cepat, dalam, gelisah, duduk dengan tangan menyanggah ke depan serta tampak otot-otot bantu pernafasan bekerja dengan keras.Ada beberapa tingkatan penderita asma yaitu :1) Tingkat I :a) Secara klinis normal tanpa kelainan pemeriksaan fisik dan fungsi paru.b) Timbul bila ada faktor pencetus baik didapat alamiah maupun dengan test provokasi bronkial di laboratorium.2) Tingkat II :a) Tanpa keluhan dan kelainan pemeriksaan fisik tapi fungsi paru menunjukkan adanya tanda-tanda obstruksi jalan nafas.b) Banyak dijumpai pada klien setelah sembuh serangan.3) Tingkat III :a) Tanpa keluhan.b) Pemeriksaan fisik dan fungsi paru menunjukkan adanya obstruksi jalan nafas.c) Penderita sudah sembuh dan bila obat tidak diteruskan mudah diserang kembali.
4) Tingkat IV :a) Klien mengeluh batuk, sesak nafas dan nafas berbunyi wheezing.b) Pemeriksaan fisik dan fungsi paru didapat tanda-tanda obstruksi jalan nafas.5) Tingkat V :a) Status asmatikus yaitu suatu keadaan darurat medis berupa serangan asma akut yang berat bersifat refrator sementara terhadap pengobatan yang lazim dipakai.b) Asma pada dasarnya merupakan penyakit obstruksi jalan nafas yang reversibel.Pada asma yang berat dapat timbul gejala seperti :Kontraksi otot-otot pernafasan, cyanosis, gangguan kesadaran, penderita tampak letih, taki kardi.
Klasifikasi asmaAsma dibagi atas dua kategori, yaitu ekstrinsik atau alergi yang disebabkan oleh alergi seperti debu, binatang, makanan, rokok dan obat-obatan. Klien dengan asma alergi biasanya mempunyai riwayat keluarga dengan alergi dan riwayat alergi rhinitis, sedangkan non alergi tidak berhubungan secara spesifik dengan alergen.Faktor-faktor seperti udara dingin, infeksi saluran pernafasan, exercise, emosi dan lingkungan dengan polusi dapat menyebabkan atau sebagai pencetus terjadinya serangan asma. Jika serangan non alergi asma menjadi lebih berat dan sering dapat menjadi bronkhitis kronik dan emphysema selain alergi juga dapat terjadi asma campuran yaitu alergi dan non alergi.
PenatalaksanaanPrinsip umum dalam pengobatan pada asma bronhiale :a. Menghilangkan obstruksi jalan nafasb. Mengenal dan menghindari faktor yang dapat menimbulkan serangan asma.c. Memberi penerangan kepada penderita atau keluarga dalam cara pengobatan maupun penjelasan penyakit.Penatalaksanaan asma dapat dibagi atas :a. Pengobatan dengan obat-obatanSeperti :1) Beta agonist (beta adnergik agent)2) Methylxanlines (enphy bronkodilator)3) Anti kounergik (bronkodilator)4) Kortikosterad5) Mart cell inhibitor (lewat inhalasi)b. Tindakan yang spesifik tergantung dari penyakitnya, misalnya :1) Oksigen 4-6 liter/menit.2) Agonis B2 (salbutamol 5 mg atau veneteror 2,5 mg atau terbutalin 10 mg) inhalasi nabulezer dan pemberiannya dapat di ulang setiap 30 menit-1 jam. Pemberian agonis B2 mg atau terbutalin 0,25 mg dalam larutan dextrose 5% yang dan berikan perlahan.3) Aminofilin bolus IV 5-6 mg/kg BB, jika sudah menggunakan obat ini dalam 12 jam.4) Kortikosteroid hidrokortison 100-200 mg itu jika tidak ada respon segera atau klien sedang menggunakan steroid oral atau dalam serangan sangat berat.
Pemeriksaan penunjangBeberapa pemeriksaan penunjang seperti :a. Spirometri :Untuk menunjukkan adanya obstruksi jalan nafas.b. Tes provokasi :4) Untuk menunjang adanya hiperaktifitas bronkus.5) Tes provokasi dilakukan bila tidak dilakukan lewat tes spirometri.6) Tes provokasi bronkial seperti :Tes provokasi histamin, metakolin, alergen, kegiatan jasmani, hiperventilasi dengan udara dingin dan inhalasi dengan aquci destilata.7) Tes kulit : Untuk menunjukkan adanya anti bodi Ig E yang spesifik dalam tubuh.c. Pemeriksaan kadar Ig E total dengan Ig E spesifik dalam serum.d. Pemeriksaan radiologi umumnya rontgen foto dada normal.e. Analisa gas darah dilakukan pada asma berat.f. Pemeriksaan eosinofil total dalam darah.g. Pemeriksaan sputum.
KomplikasiKomplikasi yang dapat terjadi pada klien dengan asma adalah pneumotoraks, atelektasis, gagal nafas, bronkhitis dan fraktur iga.
Pengkajiana. Identitas klien1) Riwayat kesehatan masa lalu : riwayat keturunan, alergi debu, udara dingin2) riwayat kesehatan sekarang : keluhan sesak napas, keringat dingin.3) Status mental : lemas, takut, gelisah4) Pernapasan : perubahan frekuensi, kedalaman pernafasan.5) Gastro intestinal : adanya mual, muntah.6) Pola aktivitas : kelemahan tubuh, cepat lelahb. Pemeriksaan fisikDada1) Contour, Confek, tidak ada defresi sternuum2) Diameter antero posterior lebih besar dari diameter trnsversal3) Keabnormalan struktur Thorax4) Contour dada simetris5) Kulit Thorax ; Hangat, kering, pucat atau tidak, distribusi warna merata6) RR dan ritme selama satu menit.Palpasi :1) Temperaur kulit2) Premitus : Pibrasi dada3) Pengembangan dada4) Krefitasi5) Masa6) EdemaAuskultasi1) Vesikuler2) Broncho vesikuler3) Hyper ventilasi4) Rochi5) Whizing6) Lokasi dan perubahan suara napas serta kapan saat terjadinya.c. Pemeriksaan penunjang1) Spirometri :Untuk menunjukkan adanya obstruksi jalan nafas.2) Tes provokasi :a) Untuk menunjang adanya hiperaktifitas bronkus.b) Tes provokasi dilakukan bila tidak dilakukan lewat tes spirometri.c) Tes provokasi bronkialUntuk menunjang adanya hiperaktivitas broncus , test provokasi dilakukan bila tidak dilakukan lewat test spirometri. Test provokasi bronchial seperti : Test provokasi histamin, metakolin, alergen, kegiatan jasmani, hiperventilasi dengan udara dingin dan inhalasi dengan aquaci destilata.3) Tes kulit : Untuk menunjukkan adanya anti bodi Ig E yang spesifik dalam tubuh.4) Pemeriksaan kadar Ig E total dengan Ig E spesifik dalam serum.5) Pemeriksaan radiologi umumnya rontgen foto dada normal.6) Analisa gas darah dilakukan pada asma berat.7) Pemeriksaan eosinofil total dalam darah.8) Pemeriksaan sputum.
Diagnosa 1 :Tidak efektifnya kebersihan jalan nafas berhubungan dengan akumulasi mukus.Tujuan :Jalan nafas kembali efektif.Kriteria hasil : -Sesak berkurang, batuk berkurang, klien dapat mengeluarkan sputum, wheezing berkurang/hilang, vital dalam batas normal keadaan umum baik.Intervensi :a. Auskultasi bunyi nafas, catat adanya bunyi nafas, misalnya : merigi, erekeis, ronkhi.R/ Beberapa derajat spasme bronkus terjadi dengan obstruksi jalan nafas. Bunyi nafas redup dengan ekspirasi mengi (empysema), tak ada fungsi nafas (asma berat).b. Kaji / pantau frekuensi pernafasan catat rasio inspirasi dan ekspirasi.R/ Takipnea biasanya ada pada beberapa derajat dan dpat ditemukan pada penerimaan selama strest/adanya proses infeksi akut. Pernafasan dapat melambat dan frekuensi ekspirasi memanjang dibanding inspirasi.c. Kaji pasien untuk posisi yang aman, misalnya : peninggian kepala tidak duduk pada sandaran.R/ Peninggian kepala tidak mempermudah fungsi pernafasan dengan menggunakan gravitasi.d. Observasi karakteristik batuk, menetap, batuk pendek, basah. Bantu tindakan untuk keefektipan memperbaiki upaya batuk.R/ batuk dapat menetap tetapi tidak efektif, khususnya pada klien lansia, sakit akut/kelemahan.e. Berikan air hangat.R/ penggunaan cairan hangat dapat menurunkan spasme bronkus.f. Kolaborasi obat sesuai indikasi.Bronkodilator spiriva 1x1 (inhalasi).R/ Membebaskan spasme jalan nafas, mengi dan produksi mukosa.
Diagnosa 2 :Tidak efektifnya pola nafas berhubungan dengan penurunan ekspansi paru.Tujuan :Pola nafas kembali efektif.Kriteria hasil :Pola nafas efektif, bunyi nafas normal atau bersih, TTV dalam batas normal, batuk berkurang, ekspansi paru mengembang.Intervensi :1. Kaji frekuensi kedalaman pernafasan dan ekspansi dada. Catat upaya pernafasan termasuk penggunaan otot bantu pernafasan / pelebaran nasal.R/ kecepatan biasanya mencapai kedalaman pernafasan bervariasi tergantung derajat gagal nafas. Expansi dada terbatas yang berhubungan dengan atelektasis dan atau nyeri dada2. Auskultasi bunyi nafas dan catat adanya bunyi nafas seperti crekels, mengi.R/ ronki dan mengi menyertai obstruksi jalan nafas / kegagalan pernafasan.3. Tinggikan kepala dan bantu mengubah posisi.R/ duduk tinggi memungkinkan ekspansi paru dan memudahkan pernafasan.4. Observasi pola batuk dan karakter sekret.R/ Kongesti alveolar mengakibatkan batuk sering/iritasi.5. Dorong/bantu pasien dalam nafas dan latihan batuk.R/ dapat meningkatkan/banyaknya sputum dimana gangguan ventilasi dan ditambah ketidak nyaman upaya bernafas.6. Kolaborasi- Berikan oksigen tambahan- Berikan humidifikasi tambahan misalnya : nebulizerR/ memaksimalkan bernafas dan menurunkan kerja nafas, memberikan kelembaban pada membran mukosa dan membantu pengenceran sekret.
Diagnosa 3 :Gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake yang tidak adekuat.Tujuan :Kebutuhan nutrisi dapat terpenuhi.Kriteria hasil :Keadaan umum baik, mukosa bibir lembab, nafsu makan baik, tekstur kulit baik, klien menghabiskan porsi makan yang disediakan, bising usus 6-12 kali/menit, berat badan dalam batas normal.Intervensi :1. Kaji status nutrisi klien (tekstur kulit, rambut, konjungtiva).R/ menentukan dan membantu dalam intervensi lanjutnya.2. Jelaskan pada klien tentang pentingnya nutrisi bagi tubuh.R/ petikan pengetahuan klien dapat menaikan partisi bagi klien dalam asuhan keperawatan.3. timbang berat badan dan tinggi badan.R/ Penurunan berat badan yang signipikan merupakan indikator kurangnya nutrisi.4. Anjurkan klien minum air hangat saat makan.R/ air hangat dapat mengurangi mual.5. Anjurkan klien makan sedikit-sedikit tapi seringR/ memenuhi kebutuhan nutrisi klien.6. Kolaborasi- Consul dengan tim gizi/tim mendukung nutrisi.R/ menentukan kalori individu dan kebutuhan nutrisi dalam pembatasan.- Berikan obat sesuai indikasi.- Vitamin B squrb 2x1.R/ defisiensi vitamin dapat terjadi bila protein dibatasi.- antiemetik rantis 2x1R/ untuk menghilangkan mual / muntah.
Diagnosa 4 :Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan fisik.Tujuan :Klien dapat melakukan aktivitas sehari-hari secara mandiri.Kriteria hasil :k/u klien baik, badan tidak lemas, klien dapat beraktivitas secara mandiri, kekuatan otot terasa pada sekala sedangIntervensi :1. Evaluasi respons pasien terhadap aktivitas. Catat laporan dyspnea peningkatan kelemahan/kelelahan dan perubahan tanda vital selama dan setelah aktivitas.R/ menetapkan kebutuhan/kemampuan pasien dan memudahkan pilihan intervensi.2. Jelaskan pentingnya istirahat dalam rencana pengobatan dan perlunya keseimbangan aktivitas dan istirahat.R/ Tirah baring dipertahankan selama fase akut untuk menurunkan kebutuhan metabolik, menghemat energi untuk penyembuhan.3. Bantu pasien memilih posisi nyaman untuk istirahat dan atau tidur.R/ pasien mungkin nyaman dengan kepala tinggi atau menunduk kedepan meja atau bantal.4. Bantu aktivitas keperawatan diri yang diperlukan. Berikan kemajuan peningkatan aktivitas selama fase penyembuhan.R/ meminimalkan kelelahan dan membantu keseimbangan suplai dan kebutuhan oksigen.5. Berikan lingkungan tenang dan batasi pengunjung selama fase akut sesuai indikasi.R/ menurunkan stress dan rangsangan berlebihan menaikan istirahat.
Diagnosa 5 :Kurangnya pengetahuan tentang proses penyakitnya berhubungan dengan kurangnya informan.Tujuan :Pengetahuan klien tentang proses penyakit menjadi bertambah.Kriteria hasil :Mencari tentang proses penyakit :- Klien mengerti tentang definisi asma- Klien mengerti tentang penyebab dan pencegahan dari asma- Klien mengerti komplikasi dari asmaIntervensi :1. Diskusikan aspek ketidak nyamanan dari penyakit, lamanya penyembuhan, dan harapan kesembuhan.R/ informasi dapat manaikan koping dan membantu menurunkan ansietas dan masalah berlebihan.2. Berikan informasi dalam bentuk tertulis dan verbal.R/ kelemahan dan depresi dapat mempengaruhi kemampuan untuk mangasimilasi informasi atau mengikuti program medik.3. Tekankan pentingnya melanjutkan batuk efektif atau latihan pernafasan.R/ selama awal 6-8 minggu setelah pulang, pasien beresiko besar untuk kambuh dari penyakitnya.4. Identifikasi tanda atau gejala yang memerlukan pelaporan pemberi perawatan kesehatan.R/ upaya evaluasi dan intervensi tepat waktu dapat mencegah meminimalkan komplikasi.5. Buat langkah untuk meningkatkan kesehatan umum dan kesejahteraan, misalnya : istirahat dan aktivitas seimbang, diet baik.R/ menaikan pertahanan alamiah atau imunitas, membatasi terpajan pada patogen.
Evaluasia. Jalan nafas kembali efektif.b. Pola nafas kembali efektif.c. Kebutuhan nutrisi dapat terpenuhi.d. Klien dapat melakukan aktivitas sehari-hari secara mandiri.e. Pengetahuan klien tentang proses penyakit menjadi bertambah.