Minggu, 07 Juni 2009

SKRIPSI: HUBUNGAN ANTARA TINGKAT PENGETAHUAN DENGAN ANGKA KEJADIAN ANEMIA REMAJA PUTRI SMU N I YOGYAKARTA TAHUN 2007

Anemia merupakan salah satu dari berbagai masalah gizi di Indonesia
yang harus ditanggulangi secara serius, terutama anemia gizi besi. Penyebab
anemia gizi besi ialah karena kurangnya pemasukan zat besi, berkurangnya
sediaan zat besi dalam makanan, meningkatnya kebutuhan akan zat besi,
kehilangan darah yang kronis, penyakit malaria, cacing tambang dan infeksiinfeksi
lain serta pengetahuan yang kurang tentang anemia gizi besi. Akhir - akhir
ini beberapa penelitian menunjukkan tingginya anemia pada remaja putri siswa
SMU sehingga memerlukan penanggulangan yang serius karena akan
mempengaruhi kualitas generasi yang akan datang.
Penelitian ini mempunyai tujuan umum yaitu untuk mengetahui
hubungan antara tingkat pengetahuan dengan angka kejadian. Jenis penelitian
yang digunakan adalah observasional, dilihat dari waktunya merupakan penelitian
cross sectional. Sampel penelitian adalah 46 remaja putri SMU N I Yogyakarta
yang memenuhi kriteria inklusi. Pengolahan data menggunakan program SPSS.
Analisis uji korelasi menggunakan Chi Square test.
Hasil penelitian menunjukkan nilai 0,603 dengan signifikansi 0,437.
Karena nilai signifikansi jauh di atas 0,05 maka dapat dikatakan bahwa tidak ada
hubungan antara kejadian anemia dengan tingkat pengetahuan seseorang. Faktorfaktor
lain yang sebelumnya diduga berpengaruh pada hubungan antara
pengetahuan dengan angka kejadian anemia, ternyata tidak terbukti. Berdasarkan
hasil penelitian ini menunjukkan bahwa banyaknya remaja putri yang
mengeluhkan gejala anemia di SMU N I Yogyakarta tidak mencerminkan adanya
masalah anemia di SMU tersebut. Tingkat pengetahuan yang baik tidak
mempengaruhi angka kejadian anemia..
Kesimpulan dari penelitian ini adalah tidak ada hubungan yang signifikan
antara tingkat pengetahuan dengan angka kejadian anemia remaja SMU N I
Yogyakarta. Saran dari penelitian ini adalah pemasangan poster – poster anemia
di sekolah dan lebih mengaktifkan peran dokter jaga dan UKS.

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Masa depan suatu bangsa ditentukan oleh kuantitas dan kualitas dari
generasi muda. Dilihat dari segi kuantitas, jumlah penduduk usia remaja (10 -
19 tahun) di Indonesia adalah sebesar 22,2 % dari total penduduk Indonesia,
terdiri dari 50,9 % laki - laki dan 49,1 % perempuan (Kurniawan, 2002).
Ditinjau dari tempat domisili, di perkotaan penduduk berumur 10 - 19 tahun
mencapai 22,1 % terdiri atas 10,5 % berumur 10 - 14 tahun dan 11,6 %
berumur 15 - 19 tahun, sedangkan di pedesaan penduduk berumur 10 - 19
tahun dan 9,6 % usia 15 - 19 tahun. Persentase penduduk remaja 10 - 19 tahun
di perkotaan tidak berbeda jauh dengan remaja di pedesaan akan tetapi
penduduk usia 15 - 19 tahun lebih tinggi persentasenya di perkotaan (Surjadi,
2002).
Jumlah remaja di banyak negara berkembang tumbuh dengan pesat.
Kelompok ini pada lima tahun terakhir merupakan salah satu perhatian utama
karena gaya hidup mereka yang unik dan berbeda dengan kelompok umur
lainnya dari generasi sebelumnya (Surjadi, 2002). Sifat energik pada usia
remaja menyebabkan aktifitas fisik tubuh meningkat. Selain itu keterlambatan
tumbuh kembang tubuh pada usia sebelumnya akan dikejar pada usia ini.
Pemenuhan kecukupan gizi sangat penting agar tumbuh kembang berlangsung
sempurna (Moehji, 2003).

Masa remaja merupakan suatu masa transisi dari masa kanak - kanak
ke masa dewasa (Kurniawan, 2002). Pada masa ini terjadi pertumbuhan yang
pesat (Adolescence Growth Spurt), sehingga memerlukan zat - zat gizi yang
relatif besar jumlahnya (Sediaoetama, 2000). Dalam hal ini remaja putri
memerlukan perhatian khusus dalam hal kesehatan, karena pada masa ini
merupakan masa persiapan menjadi ibu (Sayogo, 2000). Kebutuhan zat besi
pada remaja putri meningkat dengan adanya pertumbuhan dan datangnya
menarke (Rangen, et al.,1997). Aktivitas yang berat dapat meningkatkan
kebutuhan zat besi. Defisiensi zat besi sering terjadi pada wanita dan hal ini
dapat mengganggu prestasi belajar karena menurunkan produksi energi dan
menyebabkan akumulasi laktat dalam otot (Moore, 1997).
Pola makan remaja akan berpengaruh pada kesehatan gizi. Pemilihan
makanan tidak lagi didasarkan pada kandungan gizi tetapi sekedar
bersosialisasi untuk kesenangan dan supaya tidak kehilangan status.
Kehadiran fast food dapat mempengaruhi pola makan remaja (Khomsan,
2003). Fast food umumnya rendah zat besi, kalsium, riboflavin, vitamin A dan
asam folat. Fast food mengandung tinggi lemak jenuh kolesterol dan sodium
(Spear, 2000). Berbagai bentuk gangguan gizi pada usia remaja yang sering
terjadi diantaranya adalah kekurangan energi dan protein, anemia gizi serta
defisiensi berbagai vitamin (Khomsan, 2003). Anemia merupakan salah satu
dari berbagai masalah gizi di Indonesia yang harus ditanggulangi secara
serius, terutama anemia gizi besi. Penyebab anemia gizi besi ialah karena
kurangnya pemasukan zat besi, berkurangnya sediaan zat besi dalam makanan,

meningkatnya kebutuhan akan zat besi, kehilangan darah yang kronis,
penyakit malaria, cacing tambang dan infeksi - infeksi lain serta pengetahuan
yang kurang tentang anemia gizi besi. Anemia gizi besi dapat berdampak pada
perkembangan fisik dan psikis, perilaku, penurunan kerja fisik dan daya
pendapatan, penurunan daya tahan terhadap keletihan, peningkatan angka
kesakitan dan kematian (DeMaeyer, 1995).
Menurut WHO Regional Office SEARO, salah satu masalah gizi
remaja putri di Asia Tenggara adalah anemia defisiensi zat besi yaitu kira -
kira 25 - 40 % remaja putri menjadi korban anemia tingkat ringan sampai
berat (Kusin, 2002). Berdasarkan Survei Kesehatan Rumah Tangga (1995)
menunjukkan bahwa prevalensi anemia remaja putri di indonesia adalah 57,1
% (Sunarko, 2002). Prevalensi anemia pada remaja putri di tiga Sekolah
Menengah di Jakarta Timur dengan usia rata - rata 15,6 tahun adalah sebesar
21 % (Angeles dan Agdeppa, 1997). Hasil penelitian yang dilakukan Lestari,
et al., di SMU Cibinong, Ciawi, Leuwang dan Parung Kabupaten Dati II
Bogor pada bulan Agustus 1997 - Januari 1998 menunjukkan prevalensi
anemia remaja putri (16 - 19 tahun) sebesar 50,5 % yang meliputi anemia
ringan sebesar 47,3 % dan anemia sedang 3,2 %. Penelitian lain juga
dilakukan di perkampungan miskin di Jakarta Utara menunjukkan prevalensi
anemia remaja putri (15 - 19 tahun) ada 71,4 % (Surjadi, 2002). Penelitian lain
juga telah dilakukan pada 71 siswi kelas I dan II Sekolah Lanjutan Tingkat
Pertama, memperoleh hasil bahwa prevalensi anemia defisiensi besi sebesar
5,7 % dan non defisiensi besi 20 % dari subjek penelitian (Sayogo, et. al 2000)

Pola menu makanan di Indonesia, besi yang diabsorpsi lebih kurang 10
%. Rendahnya kadar zat besi dalam diet sehari - hari maupun kurangnya
tingkat absorpsi zat besi yang terkandung dalam sumber nabati hanya
merupakan sebagian alasan tingginya angka prevalensi anemia gizi besi di
Indonesia (Aziz, 1996). Bentuk zat besi di dalam makanan berpengaruh
terhadap penyerapannya. Zat besi hem yang merupakan bagian dari
hemoglobin dan mioglobin yang terdapat di dalam daging hewan dapat
diserap dua kali lipat daripada zat besi non hem. Kurang lebih 40 % dari zat
besi ada di dalam daging, ikan, ayam yang terdapat sebagai zat besi hem dan
selebihnya non hem. Makan makanan yang mengandung zat besi hem dan non
hem secara bersama - sama dapat meningkatkan penyerapan zat besi non hem
(Almatsier, 2002).
Apabila makanan yang dikonsumsi setiap hari tidak cukup
mengandung zat besi atau absorpsinya rendah maka ketersediaan zat besi
untuk tubuh tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan akan zat besi. Hal ini
terutama terjadi pada orang - orang yang mengkonsumsi makanan yang
kurang beragam, seperti menu makanan yang hanya terdiri dari nasi dan
kacang - kacangan (Husaini, 1989). Indikator yang paling umum digunakan
untuk mengetahui kekurangan zat besi adalah ukuran jumlah dan ukuran sel
darah merah serta nilai hemoglobin darah. Nilai hemoglobin kurang peka
terhadap tahap awal kekurangan zat besi, akan tetapi berguna untuk
mengetahui berat ringannya anemia. Nilai hemoglobin yang rendah dapat
digunakan untuk menggambarkan kekurangan zat besi yang sudah lanjut.

Disamping kekurangan zat besi, nilai hemoglobin yang rendah dapat
disebabkan oleh kekurangan protein atau vitamin B6 (Almatsier, 2001). Batas
rendah kadar hemoglobin untuk wanita (tidak hamil) adalah 12 gram / dl
(DeMeyer, 1995).
Anemia adalah suatu keadaan di mana kadar Hemoglobin dan hitung
Eritrosit lebih rendah dari normal. Menurut teori, normal Hemoglobin pada
pria 14 - 18 gr % sedang wanita 12 - 16 gr %. Normal Eritrosit pada pria 4,5 –
5,5 jt / mm3 sedang untuk wanita 3,5 - 4,5 jt / mm3. Anemia umumnya terjadi
pada wanita dan remaja putri dibandingkan dengan pria. Kebanyakan
penderita tidak tahu atau tidak menyadari bahkan menganggap hal itu sepele.
Sebagaimana termuat dalam brosur yang diterbitkan Phapros Produsen Supra
Livron, kalau dibiarkan anemia dapat mengganggu kegiatan sehari-hari.
Gejala - gejala yang sering timbul antara lain pusing, lemah, letih, lelah dan
lesu (Guntoro Utamadi, PKBI). Kekurangan zat besi menimbulkan beberapa
gejala yang tidak terlalu kelihatan jelas, seperti mudah lelah bila berolahraga,
sulit konsentrasi dan mudah lupa. Mengingat hal ini juga biasa dialami oleh
orang sibuk yang sehat dan tidak kekurangan zat besi sekalipun, gejala - gejala
seperti ini sering terhindar dari perhatian. Pada umumnya, seseorang mulai
curiga akan adanya anemia bila keadaan sudah makin parah sehingga
gejalanya kelihatan lebih jelas, seperti kulit pucat, jantung berdebar - debar,
pusing, mudah kehabisan nafas ketika naik tangga atau olahraga (karena
jantung harus bekerja lebih keras untuk memompa oksigen ke seluruh tubuh).
(Guntoro Utamadi, PKBI).

Akibat dari anemia ini jika tidak diberi intervensi dalam waktu lama
akan menyebabkan beberapa penyakit seperti gagal jantung kongesif sebab
otot jantung yang kekurangan oksigen tidak dapat menyesuaikan diri dengan
beban kerja jantung yang meningkat, parestesia dan konfusi kanker, penyakit
ginjal, gondok, gangguan pembentukan heme (pigmen pembentuk warna
merah pada darah mengandung zat besi), penyakit infeksi kuman, thalasemia
(kurang cepatnya pembuatan satu rantai / unsur pembentuk hemoglobin),
kelainan jantung, rematoid, kecelakaan hebat, meningitis, gangguan sistem
imun dan sebagainya (Reksodiputro, 2004). Pada anemia yang berat dapat
juga timbul gejala saluran cerna yang umumnya berhubungan dengan keadaan
defisiensi seperti anoreksia, nausea, konstipasi atau diare dan stomatitis
(sariawan lidah dan mulut). Beberapa penyebab ini terjadi bila keadaan
anemia sudah kronis dan kurang mendapat intervensi dari tim medis (Price,
1995). Di antara akibat lain dari anemia adalah meningkatnya kesakitan dan
kematian, perkembangan otak, motorik, mental, kecerdasan dan pertumbuhan
fisik akan terhambat, menurunkan kemampuan fisik olahragawati,
mengakibatkan muka pucat sehingga hal itu bisa menurunkan semangat dan
prestasi belajar jika terjadi pada remaja usia sekolah (Seminar Hari Anak
Nasional, 2005).
Untuk mengatasinya dianjurkan mengkonsumsi makanan yang
mengandung zat besi. Fungsi zat besi ini dituntut untuk pembentukan
Hemoglobin (sel darah merah) yang baru. Zat besi (Fe) secara alamiah bisa
didapatkan pada hati, jantung, sayuran berwarna hijau dan kacang - kacangan.

Bagi anak-anak dan remaja putri, anemia dapat menyebabkan menurunnya
gairah belajar dan konsentrasi serta dapat mengganggu pertumbuhan. Tinggi
dan berat badan tidak sempurna. Selain itu, daya tahan tubuh akan menurun
sehinggga mudah terserang penyakit. Bagi mereka yang memiliki aktivitas
tinggi, karena gangguan anemia sering merasa pusing, lelah, letih dan lesu.
Akibatnya produktivitas pun menurun. Pencegahan adanya anemia defisiensi
besi dapat dilakukan dengan empat pendekatan dasar yaitu dengan
memperkaya makanan pokok dengan zat besi, pemberian suplemen tablet zat
besi, pendidikan dan langkah- langkah yang berhubungan dengan peningkatan
masukan zat besi melalui makanan serta pencegahan terhadap infeksi
(DeMaeyer, 1995).
Penulis telah melakukan studi pendahuluan di SMU N I Yogyakarta.
Dari studi pendahuluan yang telah dilakukan, telah didapat 12 sampel dari
populasi remaja putri SMU N I Yogyakarta yang mengeluhkan gejala anemia
seperti kepala pusing, lemah, lesu, susah tidur, susah berkonsentrasi, mudah
lelah di saat melakukan aktifitas fisik seperti olah raga dan aktivitas lainnya.
Setelah dilakukan wawancara terhadap 12 sampel telah diperoleh data bahwa
sembilan sampel tidak mengetahui jenis makanan yang mengandung zat besi
sehingga mereka mengeluhkan gejala anemia yang telah disebutkan. Tiga
responden yang tidak mengetahui kalau gejala seperti kepala pusing, lemah,
lesu, susah tidur, susah berkonsentrasi, mudah lelah hampir pingsan adalah
gejala anemia dan mereka belum mengetahui efek samping yang ditimbulkan
jika gejala tersebut tidak segera diberi intervensi. Dalam menanggapi

permasalahan kesehatan remaja khususnya remaja putri pihak sekolah telah
mendatangkan dokter jaga yang datang di hari Rabu. Para sampel
mengeluhkan tentang kurang berperannya dokter dalam permasalahan
kesehatan dan juga mereka mengeluhkan kalau dokter tersebut jarang
melakukan pembinaan kesehatan kepada para siswa dan hanya memeriksa
kondisi fisik umum dari tekanan darah, nadi, suhu, denyut jantung serta dari
pihak sekolah jarang memberikan waktu khusus guna melakukan penyuluhan
kesehatan remaja sehingga berbagai macam keluhan kesehatan timbul dan
yang paling sering dikeluhkan dari berbagai masalah kesehatan adalah gejala
anemia.
Dari uraian permasalahan di atas, penulis tertarik untuk meneliti di
SMU tersebut dengan mengambil judul “Hubungan antara Tingkat
Pengetahuan dengan Angka Kejadian Anemia Remaja Putri SMU N I
Yogyakarta Tahun 2007”.
B. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas maka dapat dibuat rumusan masalah
sebagai berikut :
Apakah ada hubungan antara tingkat pengetahuan dengan angka
kejadian anemia remaja putri SMU N I Yogyakarta Tahun 2007?

C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum :
Mengetahui hubungan antara tingkat pengetahuan dengan angka
kejadian anemia remaja putri SMU N I Yogyakarta Tahun 2007.
2. Tujuan Khusus :
a. Mengetahui tingkat pengetahuan remaja putri SMU N I Yogyakarta.
b. Mengetahui angka kejadian anemia remaja putri SMU N I Yogyakarta.
D. Manfaat Penelitian
1. Bagi Ilmu Keperawatan
Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan masukan
dalam memberikan penyuluhan remaja khususnya remaja SMU tentang
anemia remaja.
2. Bagi Institusi Pendidikan
Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai masukan bagi
pengelola SMU N I Yogyakarta untuk mengetahui prevalensi anemia
remaja putri.
3. Bagi Responden
Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai wacana bagi remaja
putri SMU N I Yogyakarta untuk mengetahui tentang anemia.
4. Bagi Peneliti lain
Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai pertimbangan untuk
mengembangkan penelitian selanjutnya tentang anemia remaja.

E. Ruang Lingkup
1. Variabel yang diteliti
Penelitian ini menggunakan dua variabel. Tingkat pengetahuan
sebagai variabel bebas dan angka kejadian anemia sebagai variabel
terikat.
2. Subyek
Responden dari penelitian ini adalah remaja putri SMU N I
Yogyakarta dengan kriteria inklusi sebagai berikut :
a. Remaja putri yang berumur 15 – 19 tahun.
b. Remaja putri yang mengalami dan yang tidak mengalami keluhan
tanda – tanda anemia.
c. Remaja putri yang bersedia menjadi responden dan menandatangani
surat persetujuan.
d. Remaja putri yang bersedia diperiksa kadar Hbnya.
3. Lokasi
Penelitian ini di lakukan di SMU N I Yogyakarta.
4. Waktu Penelitian
Oktober - November 2007.
F. Keaslian Penelitian
Sepanjang pengetahuan penulis, penelitian tentang hubungan
antara tingkat pengetahuan dengan angka kejadian anemia remaja putri SMU
N I Yogyakarta Tahun 2007 belum pernah diteliti oleh peneliti lain. Adapun
penelitian yang hampir serupa adalah :

1. Sayogo, dkk., 2000. A Study On The Intervention Scheme to Reduce
Anemia in Female Adolescents, In Curug, Tangerang.
Penelitian ini dilakukan pada 71 siswi kelas I dan II Sekolah
Lanjutan Tingkat Pertama. Pengambilan sampel dilakukan dengan cara
cluster class. Intervensi yang diberikan berupa tablet mengandung 200 mg
sulfas ferosus dan 0,25 mg asam folat selama 10 hari perbulan dalam
jangka tiga bulan berturut - turut. Berdasarkan feritin serum dan Hb
didapatkan bahwa defisiensi besi terdapat pada 5,7 % dari subjek
penelitian. Setelah pemberian suplementasi didapatkan kenaikan bermakna
baik pada kadar feritin serum maupun Hb. Perbedaan penelitian ini dengan
penelitian penulis adalah dalam penelitian ini tidak diberikan kuesioner
untuk mengetahui tingkat pengetahuan remaja tentang anemia.
2. Diesmurni (2005). Hubungan antara Konsumsi Makan dengan Kadar Hb
dan Aktifitas Fisik pada Remaja Putri di SMA Kota Yogyakarta.
Penelitian ini menggunakan metode survey dan dengan rancangan
cross sectional. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa prevalensi
anemia remaja putri di SMA Kota Yogyakarta sebesar 54,59 % dan non
anemia sebesar 45,41 %. Hasil uji korelasi menunjukkan tidak ada
hubungan yang bermakna antara energi dengan kadar hemoglobin karena
dipengaruhi oleh nilai ekstrimitas energi yang jauh dari nilai rata - ratanya,
tetapi bila dilihat dari rata - rata konsumsi energi maka ada perbedaan
antara anemia dan non anemia. Hasil uji korelasi menunjukkan tidak ada
hubungan yang bermakna antara kadar hemoglobin dengan aktivitas fisik

karena dipengaruhi oleh nilai ekstrimitas aktivitas fisik yang jauh dari nilai
rata - ratanya, tetapi bila dilihat dari rata - rata aktivitas fisik ada
perbedaan antara anemia dan non anemia. Perbedaan penelitian ini dengan
penelitian penulis adalah dalam penelitian ini tidak diberikan kuesioner
untuk mengetahui tingkat pengetahuan remaja tentang anemia.
3. Erna (2005). Hubungan Asupan Faktor Inhibitor Absorpsi Zat Besi (
Tanin, Fitat, Asam Folat ) dengan Kadar Hb Remaja Putri SMA Kota
Yogyakrta.
Penelitian ini menggunakan metode survey dan dengan
menggunakan rancangan cross sectional. Hasil dari penelitian ini
menunjukkan semakin tinggi asupan tanin semakin rendah kadar Hb
remaja putri yaitu setiap peningkatan 1 mg asupan tanin akan menurunkan
kadar Hb sebesar 0,0004 g / dl (p = 0,675). Ada hubungan yang bermakna
antara asupan fitat dengan kadar Hb pada remaja putri, yaitu semak in
tinggi asupan fitat semakin rendah kadar Hb, setiap peningkatan 1 mg
asupan fitat akan menurunkan kadar Hb sebesar 0,031 g / dl (p = 0,026).
Semakin tinggi asupan asam oksalat semakin rendah kadar Hb remaja
putri yaitu setiap peningkatan 1 mg asupan asam oksalat akan menurunkan
kadar Hb sebesar 0,005 g / dl (p = 0,450). Perbedaan penelitian ini dengan
penelitian penulis adalah dalam penelitian ini tidak diberikan kuesioner
untuk mengetahui tingkat pengetahuan remaja tentang anemia.

Pertolongan pertama (P3K)

BAB I
I. PENDAHULUAN DAN PEMBAHASAN
P3K secara harfiah merupakan tindakan yang dapat diberikan / dilakukan oleh orang yang terlatih atau memahami tentang seluk-beluk anatomi-kesehatan dasar. Kemampuan dasar ini dapat diperoleh melalui pendidikan umum formal, pelatihan ataupun pengalaman.
Pertolongan pertama mempunyai makna tindakan yang pertama sebelum korban dibawa ke fasilitas kesehatan yang lebih baik, sehingga tujuan dari P3K sesungguhnya adalah: mencegah agar cedera yang timbul tidak lebih parah, menghentikan perdarahan, mencegah nyeri dan menjamin fungsi saluran napas, sehingga korban dapat terselamatkan dari bahaya maut semaksimal mungkin. Ada juga korban tidak hanya mengalami trauma sejenis, tetapi juga kompleks sehingga penolongpun diharuskan untuk mampu memberikan pertolongan sekaligus ataun sesuai prioritas yang mengancam nyawa.
Dalam kesempatan ini akan dibahas P3K secara praktis pada kasus-kasus darurat yang sering kita amati dan alami di sekitar kita.
Ada beberapa kasus yang akan kami bahas dalam bab ini beserta pertolongan pertama nya, diantaranya :
1. PERTOLONGAN PERTAMA PADA KASUS TENGGELAM
Kasus tenggelam merupakan kasus yang sering terjadi pada wilayah perairan seperti di Indonesia, terutama daerah sungai atau pantai. Perlu diketahui adanya perbedaan media air sebagai sumber persoalan; air asin atau air tawar. Tetapi pada prinsipnya dalam P3K kasus tenggelam adalah sesegera mungkin mengangkat korban tenggelam ke permukaan air atau daratan. Hal ini tentu akan dilakukan oleh orang yang sangat terlatih dalam hal berenang, sehingga penolongpun tidak menjadi korban berikutnya. Setelah korban tenggelam ini dapat di keluarkan dari air maka mengusahakan untuk membebaskan fungsi pernapasan; dan mengeluarkan air yang sudah terminum dengan cara merangsang terjadinya refleks muntah (bagi pasien sadar), sedangkan bagi korban tak sadar/ koma kita harus menghindari terjadinya aspirasi( masuknya air dalam saluran napas) serta sesegera mungkin dibawa ke fasilitas kesehatan yang memadai. Kegawatan pada korban tenggelam adalah terjadinya kegagalan fungsi pernapasan akibat masuknya cairan(air tawar/ asin) ke dalam jaringan paru yang dapat menyebabkan gangguan fungsi respirasi. Semakin cepat diketahui/ ditolong korban tenggelam maka semakin lebih baik dan mudah untuk penanganan selanjutnya.
2. PERTOLONGAN PADA LUKA BAKAR
Terpenting dalam pertolongan pertama pada luka bakar adalah segera membebaskan korban dari sumber luka bakar kemudian mengatasi nyeri. Terbakarnya permukaan tubuh membuat sensasi nyeri yang sangat hebat, terutama pada luka bakar yang tidak terlalu dalam, sehingga syaraf-syaraf nyeri banyak mengalami rangsangan. Selain itu juga perlu mendapat perhatian sumber penyebab luka bakar itu apa? Api dan air/ uap panas sangat berbeda, begitu juga dengan lokasi tubuh yang terbakar. Sangat berbahaya adalah mengirup uap panas, hal ini akan segera menyebabkan udema jaringan saluran napas, sehingga terjadi obstruksi saluran napas.
Mengurangi perasaan nyeri yang paling ideal adalah air bersih yang dingin. Seringkali terjadi kesalahan dalam penanganan luka bakar pada tahapan ini. Penggunaan bahan selain air bersih merupakan hal yang sangat tidak menguntungkan bagi korban, karena selain air yang bersih dapat menyebabkan semakin kotornya permukaan luka, mempersulit pembersihannya pada saatnya nanti dan dapat menambah rangsangan nyeri itu sendiri. Kalau memungkinkan berikanlah siraman air mengalir.
3. PERTOLONGAN PERTAMA PADA GIGITAN BINATANG
Sebagai pedoman dasar pada setiap luka gigitan, maka yang utama dilakukan adalah mengeluarkan racun yang sempat masuk ke dalam tubuh korban dengan menekan sekitar luka sehingga darah yang sudah tercemar sebagian besar dapat dikeluarkan dari luka tersebut. Seringkali luka yang ditimbulkan tidak sampai mengeluarkan darah, seyogyanya luka tersebut diperlebar secukupnya sampai penolong dapat mengeluarkan darah yang tercemar itu. Tidak dianjurkan mengisap tempat gigitan, hal ini dapat membahayakan bagi pengisapnya, apalagi yang memiliki luka walaupun kecil di bagian mukosa mulutnya. Sambil menekan agar racunnya keluar juga dapat dilakukan pembebatan( ikat) pada bagian proksimal dari gigitan, ini bertujuan untuk mencegah semakin tersebarnya racun ke dalam tubuh yang lain. Selanjutnya segera mungkin dibawa ke pusat kesehatan yang lebih maju untuk perawatan lanjut.
4. PERTOLONGAN PERTAMA PADA PATAH TULANG
Dalam penanganan patah tulang (fraktur) yang penting diperhatikan adalah ; mencegah komplikasi lebih parah, mencegah perdarahan, mencegah infeksi. Secara teoritis patah tulang dibagi menjadi 2; patah tulang terbuka dan patah tulang tertutup. Penanganan pertama pada patah tulang secara prinsipil adalah menghindari gerakan-gerakan/gesekan-gesekan pada bagian yang patah. Tindakan ini dapat dilakukan pembidaian/ pasang spalk dengan menggunakan kayu atau benda yang dapat menahan agar kedua fraksi yang patah tidak saling bergesekan. Selain itu, khusus pada patah tulang terbuka, maka penolong juga mencegah agar luka tersebut tidak terkontaminasi dengan kotoran/ infeksi. Pada patah tulang vertebra, yang perlu diperhatikan adalah saat pengangkatan korban harus dalam keadaan vertebranya lurus, artinya korban harus diletakkan pada alas kasur yang keras, untuk menghindari cedera saraf pada vertebra. Patah tulang vertebra termasuk yang sangat gawat apabila daerah frakturnya sekitar leher, karena dapat menyebabkan kelumpuhan total pada seluruh anggota badan. Fraktur pada tulang tengkorak dapat menyebabkan kematian mendadak, sehingga seringkali pertolongan pertamapun tidak sempat dilakukan.
II. KOMPLEKSITAS PADA PERTOLONGAN PERTAMA
Tidak jarang terjadi korban kecelakaan dengan multiple injury, sehingga mempersulit bagi penolong. Pada keadaan demikian ini berlaku ? skala prioritas?. Terpenting adalah menjaga system saluran pernapasan dan detak jantung berfungsi dengan baik, sehingga kita masih dapat menyelamatkan nyawa korban. Pada kecelakaan massal seperti kecelakaan pesawat terbang, tanah longsor, kebanjiran dan sebagainya maka dikenal adanya ?Samaritan law?, yaitu penolong berhak menilai korban yang masih layak untuk ditolong dengan kemungkinan harapan hidup masih tinggi, setelah meraka teratasi, barulah korban-korban yang berikutnya. Hal ini tergantung juga dari jumlah personil penolong.
Setiap usaha pertolongan berarti diawali dengan niat yang baik, sehingga untuk menghasilkan hasil yang baik diperlukan ketrampilan serta pengetahuan yang cukup agar tidak terjadi kesalahan dalam bertindak. Tidak jarang di Emergency suatu Rumah Sakit tertentu para korban yang sudah kita tolong justru sudah meninggal, hal ini berarti kita tidak berhasil. Paling tidak usaha kita sudah maksimal disertai dengan kecermatan saat-saat kita menolong korban, tetapi tidak juga berhasil maka bukan berarti kita gagal, tetapi memang proses perjalanan kehidupan sudah sampai waktunya.

BAB II
PENUTUP
Kesimpulan
P3K secara harfiah merupakan tindakan yang dapat diberikan / dilakukan oleh orang yang terlatih atau memahami tentang seluk-beluk anatomi-kesehatan dasar. Kemampuan dasar ini dapat diperoleh melalui pendidikan umum formal, pelatihan ataupun pengalaman.
Pertolongan pertama mempunyai makna tindakan yang pertama sebelum korban dibawa ke fasilitas kesehatan yang lebih baik, sehingga tujuan dari P3K sesungguhnya adalah: mencegah agar cedera yang timbul tidak lebih parah,
Sedangkan pertolongan pertama yang dilakukan tergantung pada jenis musibah ataupun bencana yang dialami oleh seseorang.
SARAN
Dalam hal pertolongan pertama ini kami sarankan kepada seluruh pihak yang untuk segera merujuk pasien ke pihak yang berwenang setelah melakukan pertolongan pertama.Hal ini demi kemaslahatan segala pihak.

Genecosit

obat ini dari pabriknya di beri nama GYNAECOSID. obat lain dengan brand lain dikenal dengan nama gynomin, gynonil, atau sarafen. Obat ini dikategorikan sebagai obat hormon, karena didalamnya terkandung Methyloestrenolone (5 mg) dan Methyloeastradiol (0.3 mg). Obat ini seharusnya diperoleh dengan resep dokter namun di Indonesia obat ini sangat lah mudah diperoleh di apotik2 terutama di pasar pramuka, jakarta. Bagi mereka-mereka yang pernah mengenal dan bersentuhan langsung dengan obat ini sudah tentunya bakal tertawa jika membaca ulasan berikut ini. Dari segi medis, obat ini sangat lah berguna bagi dokter dimana obat ini sering dipakai seagai obat terapi hormon. Dari kandungan yang ada saya akan coba membahas satu persatu kandungan obat ini.

Methyloestradiol (estrogen)

Obat ini merupakan obat yang mengandung hormon estrogen, sering digunakan dalam treatment dari kejadian amenorrhoea (kejadian/keberadaan dimana tidak terjadinya menstrual period pada wanita). Obat ini tergolong sebagai obat Steroid, dan termasuk sebagai grup obat “Oestrogen Agonist pharmacological” berdasarkan mekanisme kerjanya. Obat ini juga diklasifikasikan sebagai obat grup “Sex Hormones pharmacological”. Normalnya Hormon ini menyebabkan perkembangan dan mempertahankan tanda-tanda kelamin sekunder pada wanita, seperti payudara, dan juga terlibat dalam penebalan endometrium maupun dalam pengaturan siklus haid. Kalo dari kuliah yang pernah gue dapet, kadar estrogen dalam tubuh kita memiliki level tertentu. Pada level tertentu akan menimbulkan efek positi seperti perubahan pada alat kelamin wanita, siklus haid dan etc, namun jika berlebihan maka efeknya menjadi negative dimana tujuannya untuk mengurangi kadar estrogen juga didalam darah (jika estrogen tinggi dalam darah akan menimbulkan negative feed back ke otak untuk menghambat kerja FSH(folikle Stimulating Hormone) sehingga folikel pada indung telur terhamabat matangnya). Nah pada kondisi wanita tidak haid, maka estrogen dapat dipakai untuk menstimulus terjadinya perkembangan folikel, dan jika estrogen maksimum maka folike tadi akan matang kemudian terjadilah ovulasi.

Efek ini merupakan efek normal dalam tubuh (siklus haid) namun manusia sering menyalah gunakannya terutama di Indonesia, obat ini sering dipakai sebagai obat untuk menggugurkan kandungan. Terkadang sih ga masuk akal namun cara kerjanya bisa masuk akal. Dengan obat ini maka tubuh akan mengalami kadar estrogen yang meningkat, efeknya pada folike indung telur sendiri, kemudian terjadi pematangan lebih, lalu biasanya terjadi relaksasi pada cervix yang akan membuat cervix terbuka karena mengkondisikan bahwa ovulasi terjadi. Efek lain yang timbul adalah kontraksi pada uterus, mungkin efek ini yang dipakai untuk menggurkan kandungan yang ada di dalam uterus namun efeknya sangat berbahaya jika didalam uterus terdapatjanin yang sudah cukup besar. Kontraki akan menyebabkan terjadinya tekanan yang sering menimbulkan luka, kemudian perdarahaan dan yag lebih parah lagi bisa terjadi prolapus uterus sebagai akibat dari kontraksi tersebut. makanya pemakaian obat ini sangat berbahaya bagi wanita. jadi bagi para wanita berhati2lah dalam menjalankan hubungan kalian. Pikiran secara matang, kalau bisa jangan pernah melakukan hubungan sebelum anda menikah! Bagi para lelaki, sayangilah wanita anda karena anda tentunya tidak ingin melihat wanita anda tersiksa bukan?soooo……STOP FREE SEX…….

Satu lagi mitos, kata orang kalau mau gugurin bisa memakai nenas.mmmmmbener ga ya?ada komen?yang gue tau kalau mau sukses, pake nenas jangan dikupas, trus tuh nenas jangan dimakan tapi digesekin ke alat kelamin wanita..uhuhauha yang ada juga gugur dah tuh kelamin..heheh just kidd….

mungkin ada benarnya…coba cek deh

1.nenas (pineapple).

entah benar ato tidak tapi ini kutipannya…

    “Pineapple is well known in my culture as being the fruit that able to end pregnancy. It is considered “sharp” thus women during their menses are discouraged to take pineapple as the bleeding will become heavier and women who are pregnant especially at the earlier stage are forbidden to take the fruit in fear of miscarriage. However my sister had tried to end pregnancy before with 2 pineapples but did not succeed. Since she’s already married, she continued her pregnancy. I took one big young pineapple for the first day eaten in intervals of 1 -2 hours but I cannot stand the stomach cramps it caused me. I also tend to develop “blisters” on my tongue cause by the “sharp and stinging” taste of the young pineapple.

    Later, I was told by an elderly that it takes at least 4-5 fresh medium sized young pineapples (light yellow and hard, not juicy at all) taken raw, within 2 days along with the few glasses of pure young pineapple juice (using juice extractor, of course), for better result. I was also told that pineapple will not be able to end the pregnancy if the women has a healthy and strong uterus.”





Solusio plasenta

Solusio Plasenta merupakan bagian dari perdarahan antepartum pada kehamilan tua. Batas teoritis antara kehamilan tua dan muda adalah 22 minggu, mengingat kemungkinan janin hidup di luar uterus. (1,2,3)

Pengawasan antenatal sebagai cara untuk mengetahui atau menanggulangi kasus-kasus dengan perdarahan antepartum memegang peranan terbatas. Mengetahui faktor-faktor predisposisi seperti umur ibu tua, multiparitas, penyakit hipertensi menahun. Pre-Eklamsia, tali pusat pendek, tekanan pada vena cava inferior dan defesiensi asam folik. (1,2,3,4,5)

Sehingga sebagai upaya untuk meningkatkan pengawasan terhadap kehamilan dengan faktor disposisi solusio plasenta di RSUD Prof.Dr. Margono Soekarjo Purwokerto sudah seharusnya mengetahui tolok ukur pelayanan yaitu angka kematian janin pada kehamilan dengan solusio plasenta.

II.A. Definisi.

Solusio plasenta adalah terlepasnya plasenta yang letaknya normal pada korpus uteri sebelum janin lahir. (1)

Definisi tersebut di atas berlaku pada kehamilan dengan masa gestasi di atas 22 minggu atau berat janin di atas 500 gram.

II.B. Klasifikasi.

Menurut derajat lepasnya plasenta (1,2,5) :

  1. Solusio plasenta partsialis.

Bila hanya sebagian plasenta terlepas dari tempat perlekatannya.

  1. Solusio plasenta totalis.

Bila seluruh plasenta sudah terlepas dari tempat perlekatannya.

  1. Prolapsus plasenta.

Bila plasenta turun ke bawah dan dapat teraba pada pemeriksaan dalam.

Menurut derajatnya solusio plasenta dibagi menjadi (3) :

  1. Solusio plasenta ringan.

Ruptur sinus marginalis atau terlepasnya sebagian kecil plasenta yang tidak berdarah banyak akan menyebabkan perdarahan pervaginam berwarna kehitaman dan sedikit. Perut terasa agak sakit atau terus menerus agak tegang. Bagian janin masih mudah diraba.

  1. Solusio plasenta sedang.

Plasenta telah lepas lebih dari seperempat. Tanda dan gejala dapat timbul perlahan atau mendadak dengan gejala sakit terus menerus lalu perdarahan pervaginam. Dinding uterus teraba tegang.

  1. Solusio plasenta berat.

Plasenta telah lepas dari dua pertiga permukaan. Penderita shock.

II.C. Epidemiologi.

Di Indonesia kejadian solusio plasenta pernah di laporkan di RS Cipto Mangunkusumo pada tahun 1968 – 1971 yaitu 2,1 % dari seluruh persalinan saat itu. (1)

Frekuensi solusio plasenta pada berbagai negara tidak sama, karena cara penyelidikan dan daerah lingkungan tidak sama pula seperti di Inggris 0,5 %, Amerika 0,73 % dan di RS Pringadi Medan dilaporkan berkisar antara 0,4 – 0,5 %.(2) Peneliti lain melaporkan solusio plasenta berkisar antara 0,49 – 1,8 %.(8)

II.D. Etiologi.

Sampai saat ini etiologi belum diketahui dengan jelas, keadaan tertentu dapat menyertai seperti umur ibu yang tua, multiparitas, penyakit hipertensi menahun, preeklamsia, trauma, pre-eklamsia, tali pusat pendek, tekanan pada vena kava inferior dan defisiensi asam folik. (1,2,3,5,6)

II.E. Patogenesis.

Terjadinya soliusio plasenta dipicu oleh perdarahan ke dalam desidua basalis yang kemudian terbelah dan meninggalkan lapisan tipis yang melekat pada miometrium sehingga terbentuk hematoma desidual yang menyebabkan pelepasan, kompresi dan akhirnya penghancuran plasenta yang berdekatan dengan bagian tersebut.(3,5)

Ruptur pembuluh arteri spiralis desidua menyebabkan hematoma retroplasenta yang akan memutuskan lebuih banyak pembuluh darah, hingga pelepasan plasenta makin luas dan mencapai tepi plasenta. Karena uterus tetap berdistensi dengan adanya janin, uterus tidak mampu berkontraksi optimal untuk menekan pembuluh darah tersebut. Selanjutnya darah yang mengalir keluar dapat melepaskan selaput ketuban. (3,5)

II.F. Manifestasi Klinis.(3)

· Anamnesis

:

Perdarahan biasanya pada trimester ketiga, perdarahan pervaginam berwarna kehitaman yang sedikit sekali tanpa rasa nyeri sampai dengan yang disertai nyeri perut.

· Pemeriksaan fisik

:

Tanda vital normal sampai menunjukkan tanda syok.

· Pemeriksaan obstetri

:

Nyeri tekan uterus dan tegang, bagian-bagian janin sukar dinilai, denyut jantung janin sulit dinilai atau tidak ada, air ketuban berwarna kemerahan karena tercampur darah.

II.G. Pemeriksaan Penunjang(3).

· Pemeriksaan laboratorium darah : Hemoglobin, hematokrit, trombosit, waktu perdarahan, elkektrolit plasma.

· Cardiotokografi untuk menilai kesejahteraan janin.

· USG untuk menilai letak plasenta, usia gestasi dan keadaan janin.

II.H. Komplikasi.(4)

  1. Langsung (immediate)

- Perdarahan.

- Infeksi.

- Emboli dan syok obstetric.

  1. Tidak langsung (delayed)

- Couvelair uterus, sehingga kontraksi tak baik, menyebabkan perdarahan post partum.

- Hipofibrinogenamia dengan perdarahan post partum.

- Nekrosis korteks renalis, menyebabkan anuria dan uremia.

- Kerusakan-kerusakan organ seperti hati, hipofisis.

- Dan lain-lain.

II. I. Prognosis.(3)

· Terhadap ibu

Mortalitas menurut kepustakaan 5 – 10 %.

Hal ini karena adanya perdarahan sebelum dan sesudah partus.

· Terhadap anak

Mortalitas anak tinggi, menurut kepustakaan 70 – 80 %.

Hal ini tergantung derajat pelepasan dari plasenta.

· Terhadap kehamilan berikutnya.

Biasanya bila telah menderita penyakit vaskuler dengan solusio plasenta, maka kehamilan berikutnya sering terjadi solusio plasenta yang lebih hebat.

II.J. Penatalaksanaan.(3)

Penatalaksanaan solusio plasenta harus dilakukan di rumah sakit dengan fasilitas operasi :

clip_image002

Askep osteomalasia

ASKEP OSTEOMALASIA

OSTEOMALASIA

A.Konsep Dasar Medis

1.Defenisi
Osteomalasia adalah penyakit metabolisme tulang yang dikarakteristikkan oleh kurangnya mineral dari tulang (menyerupai penyakit yang menyerang anak-anak yang disebut rickets) pada orang dewasa, osteomalasia berlangsung kronis dan terjadi deformitas skeletal, terjadi tidak separah dengan yang menyerang anak-anak karena pada orang dewasa pertumbuhan tulang sudah lengkap (komplit).

2.Penyebab
Penyebabnya ditandai dengan keadaan kekurangan vitamin D (calcitrol), dimana terjadi peningkatan absorbsi kalsium dari sistem pencernaan dan penyediaan mineral dari tulang. penyediaan calsium dan phosfat dalam cairan eksta seluler lambat. Tanpa adekuatnya vitamin D, kalsium dan fosfat tidak akan terjadi di tempat pembentukan kalsium dalam tulang.

3.Patofisiologi
Ada berbagai macam penyebab dari osteomalasia yang umumnya menyebabkan gangguan metabolisme mineral. Faktor yang berbahaya untuk perkembangan osteomalasia diantaranya kesalahan diet, malabsorbsi, gastrectomy, gagal ginjal kronik, terapi anticonvulsan jangka lama (phenyton, phenobarbital) dan insufisiensi vitamin D (diet, sinar matahari).
Tipe malnutrisi (defisiensi vitamin D sering digolongkan dalam hal kekurangan calsium) terutama gangguan fungsi menuju kerusakan, tetapi faktor makanan dan kurangnya pengetahuan tentang nutrisi yang juga dapat menjadi faktor pencetus hal itu terjadi dengan frekuensi tersering dimana kandungan vitamin D dalam makanan kurang dan adanya kesalahan diet serta kurangnya sinar matahari.
Osteomalasia kemungkinan terjadi sebagai akibat dari kegagalan dari absorbsi calsium atau kekurangan calsium dari tubuh. Gangguan gastrointestinal dimana kurangnya absorbsi lemak menyebabkan osteomalasia. Kekurangan lain selain vitamin D (semua vitamin yang larut dalam lemak) dan kalsium. Ekskresi yang paling terakhir terdapat dalam faeces bercampur dengan asam lemak (fatty acid).
Sebagai contoh dapat terjadi gangguan diantaranya celiac disease, obstruksi sistem pencernaan kronik, pankreatitis kronis dan reseksi perut yang kecil.
Lagi pula penyakit hati dan ginjal dapat menyebabkan kekurangan vitamin D, karenanya organ-organ tersebut mengubah vitamin D ke dalam untuk aktif. Terakhir, hyperparatiroid menunjang terjadinya kekurangan pembentukan calsium, dengan demikian osteomalasia menyebabkan kenaikan ekskresi fosfat dalam urine.

4.Manifestasi klinik
Umumnya gejala yang memperberat dari osteomalasia adalah nyeri tulang dan kelemahan. Sebagai akibat dari defisiensi kalsium, biasanya terdapat kelemahan otot, pasien kemudian nampak terhuyung-huyung atau cara berjalan loyo/lemah. Kemajuan penyakit, kaki terjadi bengkok (karena tinggi badan dan kerapuhan tulang), vertebra menjadi tertekan, pemendekan batang tubuh pasien dan kelainan bentuk thoraks (kifosis).

5.Evaluasi diagnostik
Pada foto x – ray umumnya nampak kekurangan mineral dari tulang sangat nyata. Berdasar dari vertebra mungkin menunjukkan fraktur kompressi dengan nyeri pada ujung vertebra. Pemeriksaan laboratorium menunjukkan lambatnya rata-rata serum kalsium dan jumlah fosfor serta kurangnya kenaikan alkaline phosfat. Ekskresi urine calsium dan creatinin lambat.

B.Konsep Dasar Asuhan Keperawatan

1.Pengkajian
Pasien dengan osteomalasia biasanya sering mengeluh nyeri tulang pada punggung bawah dan ekstremitas bercampur kelemahan. Gambaran dari ketidaknyamanan masih samar-samar, pasien mungkin ada yang fraktur, selama wawancara, informasikan tentang masalah yang nyata terdapat sehubungan dengan penyakitnya (sindrom malabsorbsi) dan kebiasaan diet dapat diketahui.
Pada pemeriksaan fisik, kelainan bentuk skletal dicatat, deformitas spinal, dan deformitas yang bengkok dari tulang panjang mungkin memberikan ketidakbiasaan penampilan pada pasien dan cara berjalan loyo/lemah. Mungkin terdapat kelemahan otot, pasien mungkin menjadi tidak senang dengan penampilannnya.

2.Diagnosa keperawatan
Berdasarkan pada pengkajian data, diagnosa keperawatan utama yang mungkin terjadi, termasuk dibawah ini :
a.Nyeri berhubungan dengan kelemahan dan kemungkinan fraktur.
b.Kurangnya pengetahuan tentang proses penyakit dan prosedur perawatan.
c.Gangguan konsep diri berhubungan dengan pembengkakan pada kaki, cara berjalan loyo/lemah, dan deformitas spinal.

3.Perencanaan
Tujuan utama dari pasien dengan osteomalasia mungkin termasuk mengajarkan tentang proses penyakit dan prosedur perawatan, mengurangi nyeri dan memperbaiki serta meningkatkan konsep diri.

4.Implementasi keperawatan
a.Nyeri berhubungan dengan kelemahan dan kemungkinan fraktur.
Membantu mengurangi rasa nyeri. Pemeriksaan fisik, psikis dan pengobatan dilakukan untuk membantu mengurangi rasa ketidaknyamanan dan nyeri yang dialami pasien. Jadi selain kelemahan juga terdapat nyeri skelet. Anjurkan untuk bergerak ringan pada waktu pengkajian misalnya dengan mengubah posisi secara berulang-ulang untuk membantu mengurangi gejala ketidaknyamanan dengan immobilitas.
Beri aktivitas yang mengalihkan perhatian pasien ke hal lain seperti mengajak bicara, nonton TV, dan tehnik distraksi lain, hal tersebut akan mengurangi persepsi klien terhadap nyeri.
Analgetik dibutuhkan untuk mengurangi rasa nyeri, respon pasien terhadap pengobatan dimonitor sebagai respon keadaan untuk terapy.

b.Kurangnya pengetahuan tentang proses penyakit dan prosedur perawatan.
Pemahaman tentang proses penyakit dan prosedur perawatan. Pendidikan kesehatan tentang penyebab osteomalasia dan pendekatan untuk pengawasan penyakitnya. Pasien dianjurkan untuk diet sumber kalsium dan vitamin D (susu, sereal, telur dan hati ayam). Dosis yang tinggi dari vitamin D dapat menjadi racun dan faktor penunjang untuk terjadinya hypercalsemia, yang terpenting adalah memonitor tekanan rata-rata serum kalsium.
Aktifitas diluar yang dilakukan adalah berjemur dibawah sinar matahari untuk mendapatkan sinar ultraviolet pada kulit. Dimana target penting dan dibutuhkan untuk memproduksi vitamin D dalam tubuh.

c.Gangguan konsep diri berhubungan dengan pembengkakan pada kaki, cara berjalan loyo/lemah, dan deformitas spinal.
Peningkatan konsep diri. Untuk membangun sebuah hubungan kepercayaan pasien dalam hubungannnya dengan pelayanan perawat. Pasien diajak berdiskusi tentang body image dan metode koping yang efektif. Pasien diberi kesempatan untuk mengenal dan mengungkapkan perasaannya dan dimasukkan dalam rencana keperawatan sesuai masalahnya.
Menciptakan partisipasi aktif pasien dan perawat dalam rangka mengontrol diri dan perasaannya untuk membantu memecahkan masalah pasien.
Interaksi sosial membantu penerimaan klien akan keadaannya yang telah mengalami perubahan.

5.Evaluasi
Hasil yang diharapkan :
a.Pemahaman tentang proses penyakit dan prosedur perawatan.
1.)Pasien mengetahui proses perjalanan penyakit dan prosedur perawatan.
2.)Penggunaan sesuai kebutuhan terapy calsium dan vitamin D.
3.)Menjemur dibawah sinar matahari.
4.)Memonitor rata-rata serum kalsium untuk kelanjutan kesembuhan penyakit.
5.)Selalu follow up tentang semua ketetapan perawatan kesehatan.
b.Mencapai pengurangan rasa nyeri.
1.)Pasien melaporkan adanya perasaan nyaman.
2.)Pasien melaporkan berkurangnya kelemahan tulang.
c.Menunjukkan peningkatan konsep diri.
1.)Menunjukkan saling percaya dalam percakapan pasien – perawat.
2.)Peningkatan tingkat aktivitas
3.)Peningkatan interaksi sosial

Sumber:
Brunnner and Suddarth, Textbook of Medical Surgical Nursing, Eight Edition.

Sindrom stephen johnson

Akhir-akhir ini dunia medis dikejutkan oleh maraknya pemberitaan terkait dengan dugaan malpraktek yang dilakukan oleh salah seorang dokter yang mengakibatkan seorang gadis belia mengalami kerusakan pada seluruh wajahnya yang diduga disebabkan karena alergi obat, yang diberikan oleh si dokter kepada gadis tersebut. Mungkin anda sudah tahu apa nama penyakit itu? Ya! Steven Johnson Syndrome namanya. Nama yang cukup keren untuk istilah sebuah penyakit.

Sebenarnya apa penyakit Steven Johnson Sindrome itu?
Apa penyebabnya? Obatkah? Viruskah? Bakterikah? Atau lainnya?
Lalu, apa saja gejala penyakit itu dan mengapa bisa terjadi?
Anda penasaran?

Maka ikutilah tulisan sederhana ini. InsyaALLOH, rasa ingin tau anda akan sedikit terobati dan semoga semua pertanyaan-pertanyaan anda akan terjawab setelah membaca informasi dibawah ini.


Bismillahirrohmanirrohim…

Apa itu Steven Johnson Syndrome?

Steven Johnson Sindrome merupakan sindrom (kumpulan gejala) yang mengenai kulit, selaput lendir di orifisium (muara/lubang) dan mata dengan keadaan umum yang bervariasi dari ringan sampai berat. Adapun kelainan dapat berupa eritema (kemerahan pada kulit karena pelebaran pembuluh darah), vesikel/bula (gelembung pada kulit yang berisi cairan) dan dapat disertai dengan purpura (bercak-bercak perdarahan pada kulit/selaput lendir).

Dalam kamus kedokteran Dorland didefinisikan sebagai bentuk eritema multiforme fatal (kemerahan yang banyak/menyeluruh) yang timbul dengan prodormal (gejala awal) seperti flu, ditandai dengan adanya lesi sistemik (kerusakan sistemik) dan mukokutan yang berat.

Steven Johnson Syndrome biasa disebut juga sebagai penyakit eritema multiforme mayor.

Insidensi penyakit ini sebenarnya sangat jarang, tercatat hanya sekitar 2-3% per juta populasi di Negara Eropa dan Amerika. Lebih sering diderita oleh manusia di usia dewasa dibandingkan anak-anak.


Apa Penyebabnya?

Dari berbagai refrensi disebutkan, bahwa penyebab pastinya belum diketahui. Namun ada faktor pencetus yang mengakibatkan terjadinya penyakit ini.

Faktor penyebab utama adalah alergi obat yajni dengan presentasi lebih dari 50%. Alergi obat tersering adalah golongan obat analgetik (pereda nyeri), antipiretik (penurun demam) sekitar 45%, golongan karbamazepin sekitar 20% dan sisanya adalah jenis jamu-jamuan. Macam obat yang sering menjadi penyebab yakni penisilin, barbiturate, amiksisilin, kotrimoksasol, sefriakson dan adiktif (penenang).

Faktor lainnya yang dapat menyebabkan yakni :
- Infeksi seperti virus, jamur, bakteri dan juga parasit.
- Faktor fisik seperti sinar x, sinar matahari dan cuaca
- Penyakit kolagen vascular (serabut kolagen pembuluh darah)
- Neoplasma (keganasan)
- Kontaktan (hanya sebagian kecil)
Adapun faktor yang mempengaruhi timbulnya penyakit ini adalah musim/iklim dimana cuaca dingin lebih berpengaruh, dan juga lingkungan fisik seperti sinar x, hawa yang dingin juga ketersediaan sinar matahari.
Mengapa Bisa Terjadi?

Penyakit ini umumnya terjadi karena adanya reaksi hipersensitif dari sistem imun kita. Dimana sistem kekebalan tubuh yang terlalu sensitif akan memicu reaksi tubuh berupa hipersensitif tipe II (berdasarkan klasifikasi Coomb dan Gel). Adapun selanjutnya, karena adanya reaksi ini maka tubuh akan bereaksi dengan munculnya gejala-gejala awal. Adapun sasaran awal dari reaksi hipersensitifitas ini adalah kulit berupa destruksi keratinosit (perusakan lapisan keratin kulit)



Apa Saja Gejala Klinisnya?

Gejala klinis yang timbul dapat bervariasi mulai dari ringan sampai berat. Pada gejala klinis yang berat penderita umumnya mengalami penurunan kesadaran sampai koma. Perjalanan penyakit ini biasanya akut (cepat) dengan gejala prodormalseperti demam tinggi, malese(kelemahan), nyeri kepala, batuk, pilek dan nyeri tenggorokan. Gejala ini biasanya dapat dialami sampai dengan 2 minggu.

Gejala klinis yang khas yakni adanya Trias kalainan (3 kelainan) yakni,
1. Kelainan Kulit
Kelainan pada kulit berupa : eritema, vesikel, bula bahkan purpura. Kelainan biasanya bersigat generalisata (penyeluruh). Sifat dari eritema yakni berbentuk cincin (tenggahnya lebih gelap) biasanya berwarna ungu.
2. Kelainan Selaput Lendir pada Orifisium
Kelainan selaput lendir yang paling sering adalah di mukosa (lapisan tipis) mulut (100%), kemudian di alat genital (50%) sedangkan di lubang hidung atau anus jarang (8% dan 5%). Kelainan ini dapat berupa vesikel ataupun bula yang cepat sekali memecah sehingga terjadi erosi (kerusakn kulit yang dangkal) dan ekskoriasi (lecet/kerusakan kulit yang dalam) dan krusta yang hitam.
3. Kelainan pada Mata
Kelianan pada mata merupakan 80% di antara semua kasus. Dimana yang paling sering adalah konjungtivitis (radang pada konjungtiva)
Apa Komplikasinya?

Komplikasi dari penyakit Steven Johnson Syndrome adalah bronkopneumonia (radang bronkus dan pneumonia) yakni sekitar 16%. Komplikasi yang lain yakni kehilangan cairan ataupun darah, gangguan keseimbangan elektrolit dan syok. Pada mata dapat terjadi kebutaan.



Bagaimana Pengobatannya?

Langkah pertama yakni menjauhkan factor penyebab/pencetusnya. Bila yang dicurigai adalah obat, maka hentikan konsumsi obat tersebut.

Secara umum penangannya yakni mengembalikan keseimbangan cairan dan elektrolit tubuh penderita dengan pemberian cairan infuse karena umumnya penderita mengalami dehidrasi. Jika penderita mengalami koma, maka tindakan kedaruratan harus dilakukan yakni dengan menjaga keseimbangan oksigen harus dipertahankan.

Pengobatan khusus berupa pengobatan sistemik yakni dengan pemberian obat golongan kortikosteroid dosis tinggi seperti obat prednisone, dan deksametason. Pengobatan topical (luar/untuk kulit) yakni untuk bula dan vesikel yang memecah diberi bedak salisil 2%, kelainan yang basah dikompres dengan asam salisil 1%, kelainan pada mulut dikompres asam borat 3% dan konjungtivitis (radang konjungtiva) diberi salep mata yang mengandung kortikosteroid ataupun antibiotic.


Semoga sedikit informasi ini bisa bermanfaat bagi pembaca sekalian..

Wallahu ta’ala a’lam bi shawab


*refrensi : kamus kedokteran Dorland_EGC, kamus kedokteran _penerbitdjambatan, ilmu penyakit kulit kelamin_FK UI, saripati penyakit kulit_EGC, patofisiologi vol 2_EGC

Selasa, 26 Mei 2009

Limfoma maligna

LIMFOMA MALIGNA

adalah proliferasi neoplastik pada sistem retikuloendotelial dan sistem imun tubuh.
Gambaran klinis :
- pembesaran kelenjar linfe
- splenomegali
- hepatomegali
- kelainan sum-sum tulang
Bisa terjadi diluar sistem limfatik (ekstranodal) contoh saluran cerna, paru, kulit dan tulang
Limfoma ini sering dikaitkan dengan paparan zat karsinogenik.
Jenis terapi Limfoma maligna :
- Radiasi
- Sitostatika
- Imunoterapi
2 bentuk Limfoma
1. Limfoma Hodgkin
2. Limfoma Non Hodgkin
LNH (Limfoma Non Hodgkin) sebenamya merupakan tumor jenis limfogen dimana tumor jenis ini biasanya cukup responsif terhadap kemoterapi. LNH ini biasanya bermanifestasi di regio servikal dan kelenjar limfe cicin Waldayer, dan timbul gambaran klinis adanya masa di orofaring atau di nasofaring.
Penelitian Limfoma Non Hodgkin dalam 25 tahun ini, tujuan utamanya adalah mendapatkan agen terapi baru yang lebih efektif dari pada terapi standar seperti CHOP (cyclophosphamide, doxorobicin dan vincristine dan prednisone). Terapi tersebut dianggap masih memiliki tingkat kekambuhannya 31,5 % sampai 56,8 % dimana Complete Response dan survival rate yang rendah. Pada saat ini sebagai first line treatment digunakan rituximab yang dikombinasi dengan CHOP. Rituximab ( suatu monoklonal antibodi/ antibodi anti CD20 ) yang bisa mengatasi kasus-kasus relaps LNH terhadap agen kemoterapi.
Rituximab diindikasikan untuk kasus-kasus lymphoma stadium III-IV yang mengalami kemo-resistensi. Rituximab adalah sejenis imunoterapi yang disarankan untuk kasus-kasus DLBCL ( Diffuse Large B Cell Lymphoma ) stadium II – IV. Pada LNH indolen rekuren Rituximab efektif memberikan Overall Respons Rate pada 50% pasien. Rituximab tersedia dalam sediaan cair yang nantinya dilarutkan pada infus. Dosis yang bisa diberikan 375mg/m2 tiap minggu pada hari ke- 1,8,15,22.

Flu burung

Flu burung adalah penyakit yang perlu kita perhatikan secara serius. Dalam waktu 4 bulan ini telah terjadi peristiwa pertama yang mematikan di Bali (sebagaimana dikonfirmasi oleh WHO). Sebagai suatu institusi pendidikan, kami telah mengembangkan suatu rencana penanganan keadaan darurat jika terjadi wabah di Bali. Jika terjadi wabah yang serius, yang mana akan terjadi dengan sangat cepat, murid-murid akan tidak diperkenankan untuk bersekolah walaupun mereka masih ada di Bali.

Silakan melihat informasi berikut ini yang disadur dari klinik BIMC di Bali, juga link website dengan informasi terkini dan daftar tentang gejala flu burung yang berguna untuk mengenali KEMUNGKINAN gejala flu burung. Mohon diingat bahwa daftar ini dibuat untuk memberikan petunjuk dan bukan dimaksudkan untuk menentukan diagnosa yang pasti. Daftar ini disadur dari sumber dalam bidang kesehatan yang terpercaya di Australia.

Link website berikut ini dari FCO (Foreign and Commonwealth Office) sangat berguna dan menyeluruh :

  • Serangan penyakit flu burung di Indonesia telah mengakibatkan jatuhnya sejumlah korban jiwa manusia. Silakan lihat bagian Kesehatan (Flu Burung) dari penjelasan ini dan juga silakan baca FCO’s Avian and Pandemic Influenza Factsheet untuk penjelasan lebih lanjut.

Katharine (Katie) Jones,
Direktur

Sekolah Dyatmika


Apa Yang Perlu Anda Ketahui

Disadur dari Rumah Sakit BIMC

Flu Burung

1. Apakah Flu Burung itu?

Influenza A (H5N1) adalah bagian dari jenis virus influenza tipe A. Burung-burung liar adalah tempat tinggal alami dari virus ini, maka dinamakan flu burung atau “avian influenza”. Virus ini beredar diantara burung-burung di seluruh dunia. Virus ini sangat mudah berjangkit dan dapat menjadi sangat mematikan bagi mereka, terutama pada unggas jinak misalnya ayam.

Virus ini disebarkan oleh unggas liar, karena itulah dinamakan flu avian atau flu burung. Virus tersebut menyebar pada unggas hampir diseluruh dunia, sangat menular terhadap sesama unggas dan mematikan, terutama jenis unggas seperti ayam.

2. Siapa yang terinfeksi?

Virus ini tidak menulari manusia pada khususnya. Namun pada tahun 1997, kejadian pertama penularan langsung virus influenza A (H5N1) dari burung ke manusia telah dibuktikan saat terjadi serangan penyakit flu burung diantara unggas di Hong Kong; virus tersebut telah menyebabkan sakit pernafasan yang parah pada 18 orang, 6 diantaranya meninggal. Sejak saat itu, terdapat kejadian penularan H5N1 pada manusia. Namun sejauh ini virus H5N1 tidak bisa menular dari manusia ke manusia. Petugas-petugas kesehatan terus memantau keadaan ini secara teliti untuk mendapatkan petunjuk adanya penularan H5N1 antar manusia. Sampai dengan tanggal 17 Oktober 2007, Indonesia telah melaporkan 109 kasus flu burung H5N1 pada manusia. 88 diantaranya mematikan. 3 kasus mematikan dilaporkan telah terjadi di Bali sejak bulan Agustus 2007.

3. Bagaimana penyebarannya?

Burung-burung yang terinfeksi menyebarkan virusnya di air liur, cairan saluran pernafasan, dan kotorannya. Virus flu burung menyebar diantara burung-burung yang rentan saat mereka terkena kotoran yang telah terkontaminasi. Diyakini bahwa sebagian besar kasus infeksi H5N1 pada manusia disebabkan oleh kontak dengan unggas yang telah terinfeksi atau lingkungan yang telah terkontaminasi.

4. Apakah ada obat untuk pencegahan dan pengobatan?

Ya. Tamiflu yang mengandung oseltamivir adalah suatu cara pengobatan antiviral, yang terbukti dapat menekan kemampuan virus untuk menyebar dari sel yang terinfeksi ke sel yang sehat. Sampai dengan 7 Oktober 2005, Indonesia telah mendapatkan 60.000 tablet Tamiflu. Saat ini antiviral tersebut hanya bisa didapatkan di 44 rumah sakit penerima Tamiflu. Di Bali bisa didapatkan di Rumah Sakit Sanglah.

4. Siapa yang harus meminum obat?

Petunjuk pengelolaan flu burung saat ini menyarankan bahwa oseltamivir dianjurkan bagi orang dengan:

  • Demam tinggi (>38°C)
  • Batuk
  • Kesulitan bernafas
  • Memiliki latar belakang kemungkinan terkena

yang mungkin akan membuat orang tersebut beresiko menjadi terinfeksi oleh flu burung, antara lain:

  • Selama 7 hari sebelum terkena, telah mengalami salah satu atau lebih dari keadaan berikut ini:
    • Kontak (dalam jarak 1 meter atau kurang) dengan dengan ternak unggas atau burung liar baik hidup atau mati
    • Berada pada tempat dimana ternak unggas pernah atau sedang dikandangkan selama 6 minggu sebelumnya
    • Berhubungan (dalam jarak jangkauan sentuhan atau percakapan) dengan orang yang didiagnosa menderita influenza A (H5N1)
    • Berhubungan (dalam jarak jangkauan sentuhan atau percakapan) dengan orang yang menderita penyakit pernafasan akut yang tidak dapat dijelaskan yang kemudian berakhir pada kematian
  • (atau) Selama 7 hari sebelum terkena, pernah bekerja dalam suatu laboratorium dimana ada pengolahan contoh dari orang atau binatang yang dicurigai menderita penyakit flu burung.

(Patokan di atas hanya berlaku di negara-negara atau daerah-daerah dimana flu burung telah dikenali sebagai penyebab penyakit pada manusia atau populasi hewan). Sejauh ini, tamiflu hanya diberikan pada orang yang mengalami gejala terinfeksi flu burung. Tamiflu belum disarankan sebagai pencegah penyakit sebelum terinfeksi dan tidak ada penelitian yang memperlihatkan bahwa tamiflu memberikan kekebalan terhadap virus H5N1.

6. Apabila saya sudah divaksinasi untuk mencegah influenza, apakah saya tetap akan dapat tertular Flu Burung?

Ya. Vaksin yang ada saat ini belum melindungi diri anda dari penyakit yang disebabkan oleh H5N1. Vaksin yang ada saat ini melindungi anda dari influenza musiman tipe A dan B. Vaksin untuk H5N1 sedang dalam tahap pengembangan di beberapa negara.

7. Apa keuntungan vaksinasi influenza jika tetap bisa terkena Flu Burung?

Tujuan dari vaksinasi adalah untuk mengurangi kesempatan terjadinya infeksi yang bersamaan antara influenza manusia dan flu burung. Infeksi ganda yang bersamaan tersebut akan memberikan kesempatan pada virus manusia dan virus dari flu burung untuk pertukaran gen atau mutasi, yang kemungkinan akan menghasilkan jenis influenza baru yang mana akan mudah menyebar sebagaimana influenza manusia namun akan mematikan sebagaimana flu burung.


Askep HIV

ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN DENGAN HIV-AIDS

Konsep Dasar
I.Pengertian
AIDS adalah sindroma yang menunjukkan defisiensi imun seluler pada seseorang tanpa adanya penyebab yang diketahui untuk dapat menerangkan tejadinya defisiensi, tersebut seperti keganasan, obat-obat supresi imun, penyakit infeksi yang sudah dikenal dan sebagainya.

II.Etiologi
Penyebab adalah golongan virus retro yang disebut human immunodeficiency virus (HIV). HIV pertama kali ditemukan pada tahun 1983 sebagai retrovirus dan disebut HIV-1. Pada tahun 1986 di Afrika ditemukan lagi retrovirus baru yang diberi nama HIV-2. HIV-2 dianggap sebagai virus kurang pathogen dibandingkaan dengan HIV-1. Maka untuk memudahkan keduanya disebut HIV.
Transmisi infeksi HIV dan AIDS terdiri dari lima fase yaitu :
1.Periode jendela. Lamanya 4 minggu sampai 6 bulan setelah infeksi. Tidak ada gejala.
2.Fase infeksi HIV primer akut. Lamanya 1-2 minggu dengan gejala flu likes illness.
3.Infeksi asimtomatik. Lamanya 1-15 atau lebih tahun dengan gejala tidak ada.
4.Supresi imun simtomatik. Diatas 3 tahun dengan gejala demam, keringat malam hari, B menurun, diare, neuropati, lemah, rash, limfadenopati, lesi mulut.
5.AIDS. Lamanya bervariasi antara 1-5 tahun dari kondisi AIDS pertama kali ditegakkan. Didapatkan infeksi oportunis berat dan tumor pada berbagai system tubuh, dan manifestasi neurologist.
AIDS dapat menyerang semua golongan umur, termasuk bayi, pria maupun wanita. Yang termasuk kelompok resiko tinggi adalah :
1.Lelaki homoseksual atau biseks. 5. Bayi dari ibu/bapak terinfeksi.
2.Orang yang ketagian obat intravena
3.Partner seks dari penderita AIDS
4.Penerima darah atau produk darah (transfusi).
III.Patofisiologi :
















IV.Pemeriksaan Diagnostik
1.Tes untuk diagnosa infeksi HIV :
ELISA
Western blot
P24 antigen test
Kultur HIV
2.Tes untuk deteksi gangguan system imun.
Hematokrit.
LED
CD4 limfosit
Rasio CD4/CD limfosit
Serum mikroglobulin B2
Hemoglobulin


Asuhan Keperawatan
I.Pengkajian.
3.Riwayat : tes HIV positif, riwayat perilaku beresiko tinggi, menggunakan obat-obat.
4.Penampilan umum : pucat, kelaparan.
5.Gejala subyektif : demam kronik, dengan atau tanpa menggigil, keringat malam hari berulang kali, lemah, lelah, anoreksia, BB menurun, nyeri, sulit tidur.
6.Psikososial : kehilangan pekerjaan dan penghasilan, perubahan pola hidup, ungkapkan perasaan takut, cemas, meringis.
7.Status mental : marah atau pasrah, depresi, ide bunuh diri, apati, withdrawl, hilang interest pada lingkungan sekitar, gangguan prooses piker, hilang memori, gangguan atensi dan konsentrasi, halusinasi dan delusi.
8.HEENT : nyeri periorbital, fotophobia, sakit kepala, edem muka, tinitus, ulser pada bibir atau mulut, mulut kering, suara berubah, disfagia, epsitaksis.
9.Neurologis :gangguan refleks pupil, nystagmus, vertigo, ketidakseimbangan , kaku kuduk, kejang, paraplegia.
10.Muskuloskletal : focal motor deifisit, lemah, tidak mampu melakukan ADL.
11.Kardiovaskuler ; takikardi, sianosis, hipotensi, edem perifer, dizziness.
12.Pernapasan : dyspnea, takipnea, sianosis, SOB, menggunakan otot Bantu pernapasan, batuk produktif atau non produktif.
13.GI : intake makan dan minum menurun, mual, muntah, BB menurun, diare, inkontinensia, perut kram, hepatosplenomegali, kuning.
14.Gu : lesi atau eksudat pada genital,
15.Integument : kering, gatal, rash atau lesi, turgor jelek, petekie positif.

II.Diagnosa keperawatan
1.Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan imunosupresi, malnutrisi dan pola hidup yang beresiko.
2.Resiko tinggi infeksi (kontak pasien) berhubungan dengan infeksi HIV, adanya infeksi nonopportunisitik yang dapat ditransmisikan.
3.Intolerans aktivitas berhubungan dengan kelemahan, pertukaran oksigen, malnutrisi, kelelahan.
4.Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake yang kurang, meningkatnya kebutuhan metabolic, dan menurunnya absorbsi zat gizi.
5.Diare berhubungan dengan infeksi GI
6.Tidak efektif koping keluarga berhubungan dengan cemas tentang keadaan yang orang dicintai.

III.Perencanaan keperawatan.
Diagnosa Keperawatan
Perencanaan Keperawatan
Tujuan dan criteria hasil
Intervensi
Rasional
Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan imunosupresi, malnutrisi dan pola hidup yang beresiko.

Pasien akan bebas infeksi oportunistik dan komplikasinya dengan kriteria tak ada tanda-tanda infeksi baru, lab tidak ada infeksi oportunis, tanda vital dalam batas normal, tidak ada luka atau eksudat.
1.Monitor tanda-tanda infeksi baru.
2.gunakan teknik aseptik pada setiap tindakan invasif. Cuci tangan sebelum meberikan tindakan.
3.Anjurkan pasien metoda mencegah terpapar terhadap lingkungan yang patogen.
4.Kumpulkan spesimen untuk tes lab sesuai order.
5.Atur pemberian antiinfeksi sesuai order

Untuk pengobatan dini
Mencegah pasien terpapar oleh kuman patogen yang diperoleh di rumah sakit.

Mencegah bertambahnya infeksi


Meyakinkan diagnosis akurat dan pengobatan

Mempertahankan kadar darah yang terapeutik
Resiko tinggi infeksi (kontak pasien) berhubungan dengan infeksi HIV, adanya infeksi nonopportunisitik yang dapat ditransmisikan.

Infeksi HIV tidak ditransmisikan, tim kesehatan memperhatikan universal precautions dengan kriteriaa kontak pasien dan tim kesehatan tidak terpapar HIV, tidak terinfeksi patogen lain seperti TBC.
1.Anjurkan pasien atau orang penting lainnya metode mencegah transmisi HIV dan kuman patogen lainnya.
2.Gunakan darah dan cairan tubuh precaution bial merawat pasien. Gunakan masker bila perlu.

Pasien dan keluarga mau dan memerlukan informasikan ini

Mencegah transimisi infeksi HIV ke orang lain
Intolerans aktivitas berhubungan dengan kelemahan, pertukaran oksigen, malnutrisi, kelelahan.

Pasien berpartisipasi dalam kegiatan, dengan kriteria bebas dyspnea dan takikardi selama aktivitas.
1.Monitor respon fisiologis terhadap aktivitas
2.Berikan bantuan perawatan yang pasien sendiri tidak mampu
3.Jadwalkan perawatan pasien sehingga tidak mengganggu isitirahat.

Respon bervariasi dari hari ke hari

Mengurangi kebutuhan energi

Ekstra istirahat perlu jika karena meningkatkan kebutuhan metabolik
Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake yang kurang, meningkatnya kebutuhan metabolic, dan menurunnya absorbsi zat gizi.

Pasien mempunyai intake kalori dan protein yang adekuat untuk memenuhi kebutuhan metaboliknya dengan kriteria mual dan muntah dikontrol, pasien makan TKTP, serum albumin dan protein dalam batas n ormal, BB mendekati seperti sebelum sakit.
1.Monitor kemampuan mengunyah dan menelan.
2.Monitor BB, intake dan ouput
3.Atur antiemetik sesuai order
4.Rencanakan diet dengan pasien dan orang penting lainnya.

Intake menurun dihubungkan dengan nyeri tenggorokan dan mulut
Menentukan data dasar
Mengurangi muntah
Meyakinkan bahwa makanan sesuai dengan keinginan pasien

Diare berhubungan dengan infeksi GI

Pasien merasa nyaman dan mengnontrol diare, komplikasi minimal dengan kriteria perut lunak, tidak tegang, feses lunak dan warna normal, kram perut hilang,
1.Kaji konsistensi dan frekuensi feses dan adanya darah.
2.Auskultasi bunyi usus
3.Atur agen antimotilitas dan psilium (Metamucil) sesuai order
4.Berikan ointment A dan D, vaselin atau zinc oside
Mendeteksi adanya darah dalam feses

Hipermotiliti mumnya dengan diare
Mengurangi motilitas usus, yang pelan, emperburuk perforasi pada intestinal
Untuk menghilangkan distensi
Tidak efektif koping keluarga berhubungan dengan cemas tentang keadaan yang orang dicintai.

Keluarga atau orang penting lain mempertahankan suport sistem dan adaptasi terhadap perubahan akan kebutuhannya dengan kriteria pasien dan keluarga berinteraksi dengan cara yang konstruktif
1.Kaji koping keluarga terhadap sakit pasein dan perawatannya
2.Biarkan keluarga mengungkapkana perasaan secara verbal
3.Ajarkan kepada keluaraga tentang penyakit dan transmisinya.

Memulai suatu hubungan dalam bekerja secara konstruktif dengan keluarga.
Mereka tak menyadari bahwa mereka berbicara secara bebas
Menghilangkan kecemasan tentang transmisi melalui kontak sederhana.




Daftar Pustaka

Grimes, E.D, Grimes, R.M, and Hamelik, M, 1991, Infectious Diseases, Mosby Year Book, Toronto.

Christine L. Mudge-Grout, 1992, Immunologic Disorders, Mosby Year Book, St. Louis.

Rampengan dan Laurentz, 1995, Penyakit Infeksi Tropik Pada Anak, cetakan kedua, EGC, Jakarta.

Lab/UPF Ilmu Penyakit Dalam, 1994, Pedoman Diagnosis dan Terapi, RSUD Dr. Soetomo Surabaya.

Lyke, Merchant Evelyn, 1992, Assesing for Nursing Diagnosis ; A Human Needs Approach,J.B. Lippincott Company, London.

Phipps, Wilma. et al, 1991, Medical Surgical Nursing : Concepts and Clinical Practice, 4th edition, Mosby Year Book, Toronto

Doengoes, Marilynn, dkk, 2000, Rencana Asuhan Keperawatan ; Pedoman untuk Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien, edisi 3, alih bahasa : I Made Kariasa dan Ni Made S, EGC, Jakarta

Laporan pendahuluan gangguan jiwa: perilaku kekerasan

LAPORAN PENDAHULUAN


  1. Masalah Utama:

Perilaku kekerasan/ amuk.


  1. Proses Terjadinya Masalah

              1. Pengertian perilaku kekerasan

Perilaku kekerasan adalah suatu keadaan dimana seseorang melakukan tindakan yang dapat membahayakan secara fisik baik terhadap diri sendiri, orang lain maupun lingkungan. Hal tersebut dilakukan untuk mengungkapkan perasaan kesal atau marah yang tidak konstruktif. (Stuart dan Sundeen, 1995).

Tanda dan Gejala :

  • Muka merah

  • Pandangan tajam

  • Otot tegang

  • Nada suara tinggi

  • Berdebat dan sering pula tampak klien memaksakan kehendak

  • Memukul jika tidak senang


              1. Penyebab perilaku kekerasan

Perilaku kekerasan bisa disebabkan adanya gangguan harga diri: harga diri rendah. Harga diri adalah penilaian individu tentang pencapaian diri dengan menganalisa seberapa jauh perilaku sesuai dengan ideal diri. Dimana gangguan harga diri dapat digambarkan sebagai perasaan negatif terhadap diri sendiri, hilang kepercayaan diri, merasa gagal mencapai keinginan.



Tanda dan gejala :

  • Perasaan malu terhadap diri sendiri akibat penyakit dan tindakan terhadap penyakit (rambut botak karena terapi)

  • Rasa bersalah terhadap diri sendiri (mengkritik/menyalahkan diri sendiri)

  • Gangguan hubungan sosial (menarik diri)

  • Percaya diri kurang (sukar mengambil keputusan)

  • Mencederai diri (akibat dari harga diri yang rendah disertai harapan yang suram, mungkin klien akan mengakiri kehidupannya.

(Budiana Keliat, 1999)

              1. Akibat dari Perilaku kekerasan

Klien dengan perilaku kekerasan dapat menyebabkan resiko tinggi mencederai diri, orang lain dan lingkungan. Resiko mencederai merupakan suatu tindakan yang kemungkinan dapat melukai/ membahayakan diri, orang lain dan lingkungan.

Tanda dan Gejala :

  • Memperlihatkan permusuhan

  • Mendekati orang lain dengan ancaman

  • Memberikan kata-kata ancaman dengan rencana melukai

  • Menyentuh orang lain dengan cara yang menakutkan

  • Mempunyai rencana untuk melukai


C. Pohon Masalah

Resiko mencederai diri, orang lain dan lingkungan


Perilaku Kekerasan/amuk


Core Problem


Gangguan Harga Diri : Harga Diri Rendah

(Budiana Keliat, 1999)

D. Masalah keperawatan dan Data yang Perlu Dikaji

    1. Masalah keperawatan:

  1. Resiko mencederai diri, orang lain dan lingkungan

  2. Perilaku kekerasan / amuk

  3. Gangguan harga diri : harga diri rendah

    1. Data yang perlu dikaji:

  1. Resiko mencederai diri, orang lain dan lingkungan

  1. Data subjektif

Klien mengatakan marah dan jengkel kepada orang lain, ingin membunuh, ingin membakar atau mengacak-acak lingkungannya.

  1. Data objektif

Klien mengamuk, merusak dan melempar barang-barang, melakukan tindakan kekerasan pada orang-orang disekitarnya.

  1. Perilaku kekerasan / amuk

  1. Data Subjektif :

          • Klien mengatakan benci atau kesal pada seseorang.

          • Klien suka membentak dan menyerang orang yang mengusiknya jika sedang kesal atau marah.

          • Riwayat perilaku kekerasan atau gangguan jiwa lainnya.

  1. Data Objektif

          • Mata merah, wajah agak merah.

          • Nada suara tinggi dan keras, bicara menguasai.

          • Ekspresi marah saat membicarakan orang, pandangan tajam.

          • Merusak dan melempar barang barang.

  1. Gangguan harga diri : harga diri rendah

    1. Data subyektif:

Klien mengatakan: saya tidak mampu, tidak bisa, tidak tahu apa-apa, bodoh, mengkritik diri sendiri, mengungkapkan perasaan malu terhadap diri sendiri.

    1. Data objektif:

Klien tampak lebih suka sendiri, bingung bila disuruh memilih alternatif tindakan, ingin mencederai diri / ingin mengakhiri hidup.

        1. Diagnosa Keperawatan

    1. Resiko mencederai diri, orang lain dan lingkungan berhubungan dengan perilaku kekerasan/ amuk.

    2. Perilaku kekerasan berhubungan dengan gangguan harga diri: harga diri rendah.


        1. Rencana Tindakan

Diagnosa 1: Resiko mencederai diri, orang lain dan lingkungan berhubungan dengan perilaku kekerasan/ amuk

  1. Tujuan Umum: Klien tidak mencederai diri sendiri, orang lain dan lingkungannya

  2. Tujuan Khusus:

      1. Klien dapat membina hubungan saling percaya.

Tindakan:

        1. Bina hubungan saling percaya : salam terapeutik, empati, sebut nama perawat dan jelaskan tujuan interaksi.

        2. Panggil klien dengan nama panggilan yang disukai.

        3. Bicara dengan sikap tenang, rileks dan tidak menantang.

        4. Jelaskan tentang kontrak yang akan dibuat.

        5. Beri rasa aman dan sikap empati.

        6. Lakukan kontak singkat tapi sering.


    1. Klien dapat mengidentifikasi penyebab perilaku kekerasan.

Tindakan:

        1. Beri kesempatan mengungkapkan perasaan.

        2. Bantu klien mengungkapkan perasaan jengkel / kesal.

        3. Dengarkan ungkapan rasa marah dan perasaan bermusuhan klien dengan sikap tenang.


    1. Klien dapat mengidentifikasi tanda tanda perilaku kekerasan.

Tindakan :

        1. Anjurkan klien mengungkapkan yang dialami dan dirasakan saat jengkel/kesal.

        2. Observasi tanda perilaku kekerasan.

        3. Simpulkan bersama klien tanda tanda jengkel / kesal yang dialami klien.


    1. Klien dapat mengidentifikasi perilaku kekerasan yang biasa dilakukan.

Tindakan:

        1. Anjurkan mengungkapkan perilaku kekerasan yang biasa dilakukan.

        2. Bantu bermain peran sesuai dengan perilaku kekerasan yang biasa dilakukan.

        3. Tanyakan "apakah dengan cara yang dilakukan masalahnya selesai ?"


    1. Klien dapat mengidentifikasi akibat perilaku kekerasan.

Tindakan:

        1. Bicarakan akibat/kerugian dari cara yang dilakukan.

        2. Bersama klien menyimpulkan akibat dari cara yang digunakan.

        3. Tanyakan apakah ingin mempelajari cara baru yang sehat.


    1. Klien dapat mengidentifikasi cara konstruktif dalam berespon terhadap kemarahan.

Tindakan :

        1. Tanyakan kepada klien apakah ia ingin mempelajari cara baru yang sehat

        2. Beri pujian jika mengetahui cara lain yang sehat.

        3. Diskusikan dengan klien cara lain yang sehat.

  • Secara fisik : tarik nafas dalam jika sedang kesal, berolah raga, memukul bantal / kasur atau pekerjaan yang memerlukan tenaga.

  • Secara verbal : katakan bahwa anda sedang marah atau kesal/ tersinggung.

  • Secara sosial : lakukan dalam kelompok cara – cara marah yang sehat, latihan asertif, latihan manajemen perilaku kekerasan.

  • Secara spiritual : berdo'a, sembahyang, memohon kepada Tuhan untuk diberi kesabaran.




    1. Klien dapat mengidentifikasi cara mengontrol perilaku kekerasan.

Tindakan:

        1. Bantu memilih cara yang paling tepat.

        2. Bantu mengidentifikasi manfaat cara yang telah dipilih.

        3. Bantu mensimulasikan cara yang telah dipilih.

        4. Beri reinforcement positif atas keberhasilan yang dicapai dalam simulasi.

        5. Anjurkan menggunakan cara yang telah dipilih saat jengkel / marah.


    1. Klien mendapat dukungan dari keluarga dalam mengontrol perilaku kekerasan

Tindakan :

        1. Identifikasi kemampuan keluarga merawat klien dari sikap apa yang telah dilakukan keluarga selama ini.

        2. Jelaskan peran serta keluarga dalam merawat klien.

        3. Jelaskan cara – cara merawat klien :

  • Cara mengontrol perilaku marah secara konstruktif.

  • Sikap tenang, bicara tenang dan jelas.

  • Membantu klien mengenal penyebab ia marah.

8.4.Bantu keluarga mendemonstrasikan cara merawat klien.

8.5.Bantu keluarga mengungkapkan perasaannya setelah melakukan demonstrasi


    1. Klien dapat menggunakan obat dengan benar (sesuai program).

Tindakan:

        1. Jelaskan jenis – jenis obat yang diminum klien pada klien dan keluarga.

        2. Diskusikan manfaat minum obat dan kerugian berhenti minum obat tanpa seizin dokter.

        3. Jelaskan prinsip 5 benar minum obat (nama klien, obat, dosis, cara dan waktu).

        4. Anjurkan untuk membicarakan efek dan efek samping obat yang dirasakan.

        5. Anjurkan klien melaporkan pada perawat / dokter jika merasakan efek yang tidak menyenangkan.

        6. Beri pujian jika klien minum obat dengan benar.

Diagnosa 2: Perilaku kekerasan berhubungan dengan gangguan konsep diri : harga diri rendah

                1. Tujuan Umum :

Klien dapat berhubungan dengan orang lain secara optimal

                1. Tujuan khusus :

              1. Klien dapat membina hubungan saling percaya dengan perawat

Tindakan :

        1. Bina hubungan saling percaya

Salam terapeutik

Perkenalan diri

- Tanyakan nama lengkap klien dan panggilan yang disukai.

Jelaskan tujuan pertemuan

Ciptakan lingkungan yang tenang

Buat kontrak yang jelas ( waktu, tempat dan topik pembicaraan ).

        1. Beri kesempatan pada klien mengungkapkan perasaannya.

        2. Sediakan waktu untuk mendengarkan klien.

        3. Katakan kepada klien bahwa ia adalah seseorang yang berharga dan bertanggung jawab serta mampu menolong dirinya sendiri.


2. Klien dapat mengidentifikasi kemampuan dan aspek positif yang dimiliki.

Tindakan :

        1. Diskusikan kemampuan dan aspek positif yang dimiliki klien.

        2. Setiap bertemu klien hindarkan dari memberi penilaian negatif

        3. Utamakan memberi pujian yang realistis.


    1. Klien dapat menilai kemampuan yang dapat digunakan.

Tindakan :

        1. Diskusikan bersama klien kemampuan yang masih dapat digunakan selama sakit

        2. Diskusikan pula kemampuan yang dapat dilanjutkan setelah pulang ke rumah.


4. Klien dapat menetapkan/ merencanakan kegiatan sesuai kemampuan yang dimiliki.

Tindakan :

        1. Rencanakan bersama klien aktivitas yang dapat dilakukan setiap hari sesuai kemampuan ( mandiri, bantuan sebagian, bantuan total ).

        2. Tingkatkan kegiatan sesuai dengan toleransi kondisi klien.

        3. Beri contoh cara pelaksanaan kegiatan yang boleh klien lakukan.


    1. Klien dapat melakukan kegiatan sesuai kondisi dan kemampuannya

Tindakan :

        1. Beri kesempatan klien untuk mencoba kegiatan yang telah direncanakan.

        2. Beri pujian atas keberhasilan klien.

        3. Diskusikan kemungkinan pelaksanaan di rumah.


    1. Klien dapat memanfaatkan sistem pendukung yang ada.

Tindakan :

        1. Beri pendidikan kesehatan pada keluarga tentang cara merawat klien dengan harga diri rendah.

        2. Bantu keluarga memberi dukungan selama klien dirawat.

        3. Bantu keluarga menyiapkan lingkungan di rumah.

        4. Beri reinforcement positif atas keterlibatan keluarga

DAFTAR PUSTAKA

              1. Stuart GW, Sundeen, Principles and Practice of Psykiatric Nursing (5 th ed.). St.Louis Mosby Year Book, 1995

              2. Keliat Budi Ana, Proses Keperawatan Kesehatan Jiwa, Edisi I, Jakarta : EGC, 1999

              3. Keliat Budi Ana, Gangguan Konsep Diri, Edisi I, Jakarta : EGC, 1999

              4. Aziz R, dkk, Pedoman Asuhan Keperawatan Jiwa Semarang : RSJD Dr. Amino Gonohutomo, 2003

              5. Tim Direktorat Keswa, Standar Asuhan Keperawatan Jiwa, Edisi 1, Bandung, RSJP Bandung, 2000